Pesan Melawan Impunitas dalam Paparan Kunci World Press Photo 2023

Pameran foto World Press Photo 2023 kembali hadir di Indonesia. Setelah sukses dengan pameran di Erasmus Huis Jakarta pada bulan September 2023, pameran berlanjut di Pendhapa Art Space Yogyakarta pada 1 hingga 23 Oktober 2023. Pembukaan World Press Photo 2023 di Yogyakarta ditandai dengan pemukulan gong oleh Mr. Nicolaas de Regt, the Director of Erasmus Huis, Embassy of the Kingdom of the Netherlands.

Pameran foto yang didominasi tema perang dan krisis iklim ini mengundang Ketua Pusat Kajian Hukum dan Keadilan Sosial (LSJ) Fakultas Hukum UGM, Herlambang P. Wiratraman, untuk menyampaikan keynote speech, pada Sabtu (30/10/2023). Dalam penyampaian keynote speech tersebut, Herlambang mengungkapkan sejumlah perkembangan mukhtahir situasi kebebasan pers, yang diberi judul: Photojournalism, Press Freedom and the Task for Social Justice.  

Herlambang menyampaikan cerita tentang impunitas, hambatan paling serius dalam menyampaikan pesan fundamental supremasi hukum dan demokrasi, termasuk kebebasan pers di Indonesia saat ini. Di Indonesia, impunitas masih terjadi karena lemahnya penegakan hukum dan politik sangat mempengaruhi sistem peradilan. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika banyak kekerasan yang menyasar jurnalis dan media di lapangan. Jenis kekerasan yang paling sering terjadi sepanjang tahun 2022 adalah kekerasan fisik, teror dan intimidasi, serta pelarangan pemberitaan dan ancaman. Selain itu, terdapat serangan digital sistematis seperti doxing, hacking, tuntutan hukum, penghapusan laporan liputan dan foto, bahkan perusakan atau penyitaan peralatan kerja. Seperti dilansir dari Asosiasi Jurnalis Independen (AJI), kasus penyerangan terhadap jurnalis pada tahun 2022 mencapai 61 kasus dengan korban sebanyak 97 jurnalis dan 14 organisasi media. Jumlah tersebut meningkat dari tahun sebelumnya yaitu 43 kasus.

“Memburuknya situasi, bukan hanya tentang Indonesia. Impunitas dan serangan terhadap jurnalis masih terjadi di seluruh dunia,” tambah Herlambang. 

Menurut Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan PBB (UNESCO), pembunuhan terhadap jurnalis dan pekerja media lainnya meningkat sebesar 50 persen pada tahun 2022, dengan total 87 jurnalis dan pekerja media terbunuh secara global. Hal ini menunjukkan peningkatan tajam dari rata-rata kematian jurnalis dan pekerja media lain. Sebelumnya tercatat 58 pembunuhan per tahun dari tahun 2019 hingga 2021. Kantor Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia PBB (OHCHR), bekerja sama dengan UNESCO dan Organisasi Perburuhan Internasional, mencatat peningkatan jumlah jurnalis perempuan yang terbunuh dari 6 menjadi 10 (lebih dari 67 persen). Bahkan perempuan lebih sering menjadi sasaran ancaman dan pelecehan di ranah digital.

Oleh karena itu, tentu saja impunitas akan menyebabkan lebih banyak kekerasan, bahkan pembunuhan, yang berdampak pada keadilan sosial, hukum, dan sistem peradilan. Mengakhiri impunitas atas kejahatan terhadap jurnalis adalah salah satu isu paling mendesak untuk menjamin kebebasan berekspresi dan akses terhadap informasi bagi seluruh warga negara. Kebebasan pers sangat penting untuk mewujudkan masyarakat demokratis, sekaligus untuk menjamin transparansi dan akuntabilitas otoritas publik dan pemerintahan.

Sepuluh tahun yang lalu, Majelis Umum PBB mencanangkan tanggal 2 November sebagai ‘Hari Internasional untuk Mengakhiri Impunitas atas Kejahatan terhadap Jurnalis’ melalui Resolusi Majelis Umum A/RES/68/163. Resolusi tersebut mendesak Negara-negara Anggota untuk menerapkan langkah-langkah tegas untuk melawan budaya impunitas yang ada saat ini. Tanggal tersebut dipilih untuk memperingati pembunuhan dua jurnalis Perancis di Mali pada 2 November 2013. Hal ini didukung oleh Rencana Aksi PBB tentang Keselamatan Jurnalis dan Isu Impunitas, dengan pendekatan multipihak dan holistik. Hal ini menyatukan badan-badan PBB, otoritas nasional, media, dan organisasi masyarakat sipil.

Herlambang menutup keynote speech-nya dengan dua hal, perlindungan hukum terhadap jurnalis di Indonesia dan pesan optimisme untuk mewujudkan perubahan dalam masyarakat. melalui foto jurnalistik.

Perlindungan hukum terhadap jurnalis dalam menjalankan profesinya diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Jaminan tersebut kemudian diperkuat dalam Peraturan Dewan Pers Nomor 5 Tahun 2008 tentang Standar Perlindungan Profesi Jurnalis, serta Norma dan Standar Peraturan Komnas HAM RI Nomor 5 Tahun 2021 tentang Kebebasan Berpendapat dan Berekspresi. Tentu saja hal ini merupakan perkembangan yang baik untuk melindungi jurnalisme dan kebebasan pers.

“Seperti kita ketahui, foto memiliki kekuatan untuk membangkitkan emosi, menceritakan kisah tersembunyi, dan mengabadikan kehidupan sehari-hari yang dapat mengubah masyarakat. Foto juga merupakan momen, dapat menginspirasi orang untuk mengambil tindakan, meningkatkan kesadaran tentang isu-isu mendasar, dan menandakan peristiwa yang bermakna bagi kemanusiaan. World Press Photo merupakan salah satu kontes foto jurnalistik paling bergengsi di dunia. Para pemenang World Press Photo diakui secara luas atas keunggulan mereka dalam penyampaian cerita visual. Lebih dari itu, foto juga tentang proses pembelajaran, menerjemahkan keutamaan masyarakat. Bukan semata-mata soal mengetahui dan memahami, tapi juga mendidik dengan hati. Dan yang terakhir, foto-foto ini memiliki kekuatan yang sangat besar dalam mengubah masyarakat dengan mendokumentasikan peristiwa-peristiwa penting, meningkatkan kesadaran tentang isu-isu penting, dan menginspirasi masyarakat untuk mengambil tindakan, terutama dalam situasi saat ini, mengenai upaya Sustainable Development Goals, terutama berkaitan dengan upaya keadilan iklim, mengakhiri perang, melawan pemerintahan otokratis, dan mendorong gerakan solidaritas untuk kemanusiaan,” tutup Herlambang.

Penulis: LSJ
Editor: Humas

TAGS :  

Latest News

Seminar Nasional Kolaborasi Prodi Magister Kenotariatan dan Departemen Hukum Perdata

Program Studi Magister Kenotariatan bekerja sama dengan Departemen Hukum Perdata Fakultas Hukum UGM menyelenggarakan Seminar Nasional pada Selasa (7/5/2024) dengan tema “Perkembangan Hukum Kontrak di …

Angkat Topik Tindak Pidana Korporasi di Bidang Perpajakan, I Made Walesa Raih Gelar Doktor dari Fakultas Hukum UGM

I Made Walesa baru saja mengikuti ujian terbuka doktoral di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada pada Senin (06/05/2024). Pada ujian ini Prof. M. Hawin S.H., …

Tim Nakamoto Berhasil Raih Juara 3 dalam HIMSLAW Legal Competition BINUS

Denny Wijaya (2021) dan Nicholas Aurelius Karosta (2021) berhasil meraih Juara 3 dalam perlombaan Legal Opinion HIMSLAW Legal Competition BINUS. Kompetisi ini diselenggarakan oleh Prodi …

Program Studi Magister Kenotariatan bekerja sama dengan Departemen Hukum Perdata Fakultas Hukum UGM menyelenggarakan Seminar Nasional pada Selasa (7/5/2024) dengan tema “Perkembangan …

I Made Walesa baru saja mengikuti ujian terbuka doktoral di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada pada Senin (06/05/2024). Pada ujian ini Prof. …

Denny Wijaya (2021) dan Nicholas Aurelius Karosta (2021) berhasil meraih Juara 3 dalam perlombaan Legal Opinion HIMSLAW Legal Competition BINUS. Kompetisi ini …

Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum UGM menyelenggarakan kegiatan Guest Lecture “Sharia Economic Dispute Resolution (Comparative Study Between Indonesia and Malaysia)” pada …

Scroll to Top