Slamet Sarwo Edy, S.H., M.H. berhasil mempertahankan disertasinya pada Senin (18/7).. Dihadapan para penguji dan tamu undangan, ia memamaparkan permasalahan terkait peradilan militer. Bila dikaitkan dengan independensi peradilan militer, ada permasalahan baik secara struktural mau pun fungsional. Lebih lanjut ia mengatakan bahwa secara struktural ada lembaga-lembaga non-yudisial yang turut serta dalam penegakan hukum pidana dalam lingkungan peradilan militer. Hal ini secara fungsional mempengaruhi hakim dalam membuat putusan.
“Ada beberapa putusan yang kita kaji, memang kesimpulannya ini terpengaruh dengan lembaga di luar yudisial,” ucapnya ketika memaparkan desertasinya yang berjudul “Independensi Sistem Peradilan Militer di Indonesia (Studi tentang Struktur Peradilan Militer)”.
Hakim Tinggi Militer ini memberi usulan konsep baru dalam struktur peradilan militer. Pada tingkat penyidikan, cukup dilakukan oleh polisi militer. Sehingga ankum (atasan yang berhak menghukum) serta oditur militer tidak lagi ikut serta dalam penyidikan. Penuntutan menurutnya bisa hanya dilakukan oleh oditur militer. “Cukup oditur yang menyerahkan (perkara serta bertindak) sebagai penuntut di lingkungan TNI,” ucapnya. Serta pada tingkat peradilan, tidak lagi membedakan kepangkatan antara kapten ke bawah dengan mayor ke atas, semuanya ditangani pada pengadilan tingkat pertama. “Pengadilan tingkat pertama berwenang mengadili seluruh perbuatan yang dilakukan oleh TNI, baik pangkat prada mau pun jenderal. Bandingnya ke Pengadilan Tinggi. Kasasinya ke Mahkamah Agung,” tegasnya.
Konsekuensinya, Undang-Undang Nomor 31 tahun 1997 tentang Peradilan Militer harus direvisi yang sebenarnya siudah diamanatkan dalam beberapa peraturan perundang-undangan. Hanya tinggal bagaimana niat baik pemerintah untuk merestrukturisasi peradilan militer., salah satunya untuk meningkatkan kemandiriannya. Bukti lain ketidakmandirian peradilan militer bisa dilihat dari administrasi finansial yang tidak di bawah satu atap. “Peradilan militer, para hakim dan panitera gajinya masih di Mabes TNI, tunjangannya di Mahkamah Agung,” jelasnya.
Pria kelahiran Kebumen ini tetap optimis bahwa kedepannya peradilan militer akan mengalami perbaikan. Di akhir ujian terbuka tersebut, Slamet Sarwo Edy, S.H., M.H. berhasil meraih gelar doktor dengan predikat Sangat Memuaskan. (Lita)