Workhsop Judicial Review Mahkamah Konstitusi

Mahkamah Konstitusi sebagai the guardian of constitution (pengawal konstitusi) menjadi garda terdepan untuk menjaga dan mengakomodir hak-hak konstitusional warga negara. Dalam mengawal konstitusi, tentu peran setiap warga negara sangat penting untuk menjaga tegaknya hukum dan keadilan. 

Mengingat pentingnya hal tersebut, Keluarga Besar Mahasiswa Hukum Bisnis dan Kenegaraan (KMMH) menyelenggarakan Workshop Judicial Review pada Senin (25/03/2024). Workshop judicial review dibuka oleh Ketua Program Studi Magister Hukum Universitas Gadjah Mada, Irna Nurhayati, S.H.,M.Hum., LL.M di Auditorium Gedung B Fakultas Hukum UGM. Sebanyak seratus peserta terdaftar menghadiri workshop tersebut, baik Mahasiswa Fakultas Hukum  di pelbagai Universitas Yogyakarta, Lembaga Bantuan Hukum (LBH), maupun stakeholder lainnya. 

Kegiatan yang mengangkat tema “Menguak Esensi Judicial Review: Strategis dan Taktik untuk Meningkatkan Efektivitas Hukum” ini  mengundang dua narasumber yang ahli di bidangnya. Narasumber pertama, Viktor Santoso Tandiasa, S,H., M.H. merupakan managing partner pada Law Firm VST and Partners dengan pengalaman penanganan perkara Pengujian Peraturan Perundang-undangan di Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi serta perkara di Pengadilan Tata Usaha Negara selama belasan tahun. Narasumber kedua, Dr. I Dewa Gede Palguna, S.H.,M.Hum. selaku Hakim Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Tahun 2003-2008 dan 2015-2020, Pengajar Fakultas Hukum Universitas Udayana, , dengan pelbagai terobosan pemikiran yang didukung dengan penanganan perkara secara profesional. Materi pertama dengan topik Praktik pembuatan permohonan, dipandu langsung oleh Moderator Naufal Rizqiyanto, S.H. selaku pengurus KMMH.

Viktor Santoso Tandisa membawakan materi mengenai praktik pembuatan permohonan. Dalam materi ini, Viktor Santoso memaparkan beberapa poin pembahasan. Beberapa di antaranya  terkait beberapa kategori perkara yang tidak masuk pemeriksaan pokok perkara  (mendengarkan keterangan para pihak) yakni: Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum  (legal standing); obyek yang dimohonkan bukan merupakan kewenangan mahkamah konstitusi; dan permohonan telah kehilangan obyek sebelum masuk dalam agenda pemeriksaan pokok perkara. Viktor Santoso menegaskan, sebuah Permohonan dapat dikatakan Obscure Libel (kabur/tidak jelas) apabila memenuhi beberapa indikator yakni: adanya ketidaksesuaian antara dalil permohonan dalam posita dengan petitum, dalil terdapat dalam posita tapi tidak ada alam petitum atau sebaliknya, adanya permintaan Pemohon dalam Petitum yang saling bertentangan antara satu dengan yang lainnya dan tidak memberikan pilihan alternatif.

Dalam penyampaian materinya, Viktor Santoso tidak lupa membagikan strategi dan taktik kepada peserta ketika hendak mengajukan permohonan ke  Mahkamah Konstitusi. Sebagaimana dijelaskan, “Dalam membuat permohonan selain memperhatikan hak konstitusional yang dicederai yang dapat dilihat pada tataran undang-undang, pembuatan permohonan juga perlu adanya strategi dan taktik agar permohonan tersebut dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi.” Di antaranya adalah tehnik akselerasi (curi start). Misalnya ketika ada isu yang marak di judicial review ke Mahkmah Konstitusi, maka pemohon harus mampu curi start dengan penjadi pemohon pertama di Mahkamah Konstitusi. Hal ini dimaksudkan agar berkas permohonan tersebut menjadi berkas pertama yang diperiksa oleh Mahkamah Konstitusi.

Kegiatan kemudian dilanjutkan oleh Dr. I Dewa Gede Palguna yang membawakan materi Hukum acara Mahkamah Konstitusi. Dr. I Dewa Gede Palguna  mengawali permbicaraannya dengan mengutip pernyataan Justice Robert Jackson, Hakim Agung Amerika Serikat “We are not final because we are infallible, but we are infallible only because we are final”  (Kami bukan final karena kami tidak mungkin salah, tetapi kami tidak dapat dipersalahkan hanyalah karena kami final). Ini menjadi alarm bahwa Mahkama Konstitusi juga merupakan the final interpreter of constitution (panafsir akhir konstitusi).  

Dr. I Dewa Gede Palguna memaparkan poin-poin penting mengenai hukum acara Mahkamah Konstitusi, yakni terkait dengan permohonan, jenis dan sifat persidangan, pihak-pihak dalam pengujian undang-undang, maupun penggabungan pemeriksaan permohonan, hingga pada putusan. “Bilamana pengujian terhadap suatu undang-undang terdapat lebih dari satu permohonan, Mahkamah dapat menggabungkan pemeriksaannya dalam pemeriksaan persidangan dan penggabungan dimaksud tidak mengurangi hak para Pemohon dalam mengajukan saksi, ahli, dan/atau bukti-bukti lainnya,” jelasnya.

Tidak sekadar disuguhkan teori semata, seluruh peserta juga diberikan kesempatan untuk berpraktik sacara langsung dalam menyusun permohonan dengan mengikuti format permohonan resmi Mahkamah Konstiusi yang disediakan oleh narasumber. Peserta kemudian dibentuk tim oleh panitia untuk membuat permohonan berdasarkan hasil analisis kasus posisi terhadap beberapa aturan yang dianggap bertentangan dengan konstitusi. Beberapa kasus posisi yang dianalisis adalah Pasal 31 ayat (1) UU Mahkamah Agung, Pasal 299 UU Pemilu, dan Pasal 70 ayat (3) UU No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.

Proses penyusunan permohonan berlangsung selama 75 menit. Selama berpraktik menyusunan permohonan, ruang diskusi antara peserta dan narasumber tetap terbuka. Hal ini untuk membantu para peserta dapat berinteraksi dengan narasumber saat membuat permohonan. Hasil penyususnan permohonan oleh setiap team kemudian di review oleh narasumber secara langsung. 

Praktik penyusunan permohonan judicial review ini demi mengasah keterampilan mahasiswa maupun Masyarakat agar mampu berpratik langsung memberikan pendapat hukum yang objektif dalam mengajukan permohonan judicial review ke Mahakama Konstitusi. Hal ini sebagai ikhtiar mengawal konstitusi dan menegakkan keadilan. Seperti adigium yang disampaikan Ketua KMMH Ulil Albab, S.H. dalam akhir sambutannya “Fiat justitia pareat mundus (meskipun langit akan runtuh, keadilan harus tetap ditegakkan).”

Workshop judicial review pun diakhiri dengan sesi feedback dan tanya jawab. Mengingat pentingnya pemahaman dan keterampilan seperti ini, para narasumber berharap agar semangat mengawal dan menegakkan konstitusi tetap terjaga sehingga kegiatan seperti ini tetap bekelanjutan kedepannya. Kegiatan ini pun merupakan salah satu bentuk dukungan tidak hanya terhadap Sustainable Development Goals (SDGs) poin 4 mengenai Pendidikan Berkualitas, tapi juga SDGs poin 16 yaitu Perdamaian, Keadilan, dan Kelembagaan yang Kuat.

 

Penulis: Sulastri Sangadji, S.H

 

TAGS :  

Latest News

Dua Mahasiswa UGM Raih Beasiswa ke Leiden Belanda, Belajar Kembangkan Riset Sosio Legal

Dua mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada angkatan 2020, Alfatania Sekar Ismaya dan Raihan Khrisna Amalia, berhasil meraih beasiswa penuh untuk program Erasmus+ International Credit …

Diskusi Pentingnya Proses Demokrasi Dalam Internal Partai Politik, FH UGM Bersama Kemenkumham Gelar Studium Generale

Keberadaan partai politik (parpol) sebagai institusi dalam demokrasi berfungsi untuk menjembatani berbagai kepentingan antar warga negara maupun antara warga negara dengan lembaga-lembaga negara. Dalam hal …

Fakultas Hukum UGM Raih Kenaikan Peringkat dalam QS by Subjects 2024

Sebuah pencapaian bagi Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada dalam QS World University Rankings (WUR) by Subject. Di tahun 2024 ini, Fakultas Hukum UGM berhasil bergerak …

Dua mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada angkatan 2020, Alfatania Sekar Ismaya dan Raihan Khrisna Amalia, berhasil meraih beasiswa penuh untuk program …

Keberadaan partai politik (parpol) sebagai institusi dalam demokrasi berfungsi untuk menjembatani berbagai kepentingan antar warga negara maupun antara warga negara dengan lembaga-lembaga …

Sebuah pencapaian bagi Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada dalam QS World University Rankings (WUR) by Subject. Di tahun 2024 ini, Fakultas Hukum …

Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) menggelar penyuluhan hukum bertajuk Pemberdayaan Masyarakat Desa Melalui Pemahaman Hukum Transaksi Adat untuk Mendukung Tujuan Pembangunan …

Scroll to Top