Kamis, 3 Maret 2016 pukul 13.00-15.00 WIB bertempat di Ruang Debat Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM), Unit Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (UPPM-FH UGM) memulai kembali Diskusi Akademik bulanan yang sempat terhenti beberapa saat. Diskusi Akademik kali ini dikemas dengan brand baru yaitu “Bulaksumur Legal Discussion” atau BLD. Dengan tema Kuasa Paksa: Antara Kepastian Hukum dan Kemanfaatan yang disampaikan oleh Bapak Taufiq El Rahman, S.H., M.Hum, bidang keahlian adalah Kontrak, BOT dan Perjanjian Kredit dengan didampingi Moderator Ibu Ninik Darmini, S.H., M.Hum yang keduanya merupakan Dosen pada Departemen Hukum Perdata di Fakultas Hukum UGM.
Acara BLD perdana ini dibuka langsung oleh Bapak Sulastriyono selaku Wakil Dekan Bidang Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat. Dalam sambutan beliau menyampaikan kegembiraan diadakannya lagi diskusi akademik sebagai salah satu sarana untuk meningkatkan ilkim diskusi melalui forum-forum diskusi guna mengkaji perkembangan ilmu hukum yang dewasa ini seudah semakin kompleks dan membutuhkan pemahaman lebih lanjut dalam penyelesaian permasalahan-permasalahan hukum. Dilanjutkan dengan sambutan yang disampaikan oleh Bapak Pitaya selaku Ketua Unit PPM Fakultas Hukum UGM. Beliau menyampaikan penyelenggaraan BLD ini tidak hanya ditujukan sebagai forum keilmuan dosen, namun juga kepada mahasiswa untuk mempertajam pemikiran-pemikiran hukum dengan diskusi dua arah dengan dosen yang memang ahli dan membidangi hukum tersebut. Selain itu, diskusi ini juga sebagai bentuk pertanggungjawaban dari peneliti yang berasal dari civitas akademika Fakultas Hukum UGM, terutama Dosen. Pada acara pertama ini, jumlah peserta yang hadir mencapai 30 orang peserta. Jumlah yang cukup banyak tidak seperti biasanya.
Dibuka dengan Pasal 11 Undang-Undang Jaminan Fidusia yang menempatkan pemegang jaminan fidusia sebagai pihak yang berhak untuk mendaftarkan jaminan fidusia. Sebagaimana praktik pendaftaran yang sebelumnya adalah langsung on the spot pada bank/kreditur atau dengan bantuan Notaris. Surat Edaran Dirjen AHU yang memberikan mekanisme pendaftaran baru dengan sistem online yang hanya bisa dilakukan oleh Notaris. Hal ini menjadi fenomena ketika Surat Edaran yang secara praktis mengeliminasi hak dari penerima fidusia yang menurut Undang-undang berhak untuk mendaftaran jaminan tersebut. Hak pemegang fidusia dieliminasi dan memberikan kewenangan kepada pihak lain dalam hal ini adalah notaris untuk mendaftarkan dengan mengharuskan membayar biaya tertentu untuk memperoleh jasa notaris ini guna mendaftarkan jaminan fidusia. Hal pertama yang paling disoroti dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas pasal 9 ayat (1), ketika pendirian PT yang dapat mendaftaran adalah Pendiri secara bersama-sama. Yang dengan Surat Edaran kewenangan tersebut menjadi mutlak milik Notaris.
Praktik yang terjadi ketika pendaftaran ini dilakukan dengan lagsung banyak terjadi pungutan liar untuk mempercepat proses pendafataran. Sistem online yang diterapkan ditujukan untuk menghilangkan pungutan liar yang sering terjadi. Surat Edaran Surat Edaran Direktur Jenderal Administrasi Umum Nomor AHU-06.OT.03.01 Tahun 2013 Tentang Pemberlakuan Sistem Administrasi Pendaftaran Jaminan Fidusia Secara Elektronik (Online System). Surat edaran ini memberikan kemanfaatan dengan meminimalkan pungutan liar dan meningkatkan penerimaan negara dengan pajak yang dibayarkan pada ssat pendaftaran jaminan fidusia. Namun demikian, dengan sistem online ini terjadi penyimpangan dalam hal kepastian hukum mengingat hanya notaris yang dapat melakukan pendaftaran karena ketentuan dan teknis pemegang kewenangan hanya notaris dalam SE tersebut adalah Notaris, berbeda dengan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia yang memberikan hak tersebut kepada Pemegang Jaminan Fidusia.
Pemegang hak jaminan fidusia harus memberikan hak mendaftarkan kepada pihak lain dalam hal ini notaris yang melalui Kuasa Paksa. Keabsahan kuasa paksa dalam praktik pendaftaran fidusia ini, apakah terdapat cacat kehendak? Menurut Bapak Taufiq hal tersebut tidak dapat dikaitkan dengan cacat kehendak mengingat paksaan bukan dari salah satu pihak dalam perjanjian melainkan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Jadi dapat dijalankan karena memang tidak ada pilihan lain dan sah sepanjang memenuhi syarat sah perjanjian.
Secara sosiologis belum ada yang mempermasalahkan hal ini karena belum ada yang berkeberatan dengan kebijakan itu. Terdapat kelemahan dalam sistem pendaftaran online karena dimungkinkan kreditur tidak dapat mengekseskusi jaminan fidusia dengan alasan apa yang didaftarkan memiliki spesifikasi berbeda dengan barang yang dikuasai debitur. Misal nomor rangka mobil yang dijaminkan salah. Lebih lanjut, jika dipandang dari segi Intervensi Negara melalui Surat Edaran ada untuk mengurangi Potensi konflik dan mengontrol adanya dominasi. Namun, dalam penerapannnya justru dengan adanya regulasi tersebut menimbulkan dominasi yang dilakukan oleh Notaris. Kembali pada Kepastian Hukum-Kemanfaatan. Tujuan hukum adalah memberikan perlindungan hukum: kepastian hukum, keadilan dan kemanfaatan. Memang pada praktiknya hal terebut tidak dapat dijalankan secara bersama-sama. Satu menonjol dan meminimalkan yang lain, namun tidak sampai mengelimanasi hak subyek hukum yang lain berdasarkan undang-undang. (Febri & Eka, UPPM FH UGM )