Ismaya Hera Wardhanie, S.H., M.Hum. baru saja mengikuti ujian terbuka promosi doktor di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada dengan penelitian berjudul “Rekonstruksi Hukum Pengembalian Kerugian Keuangan Negara dalam Tindak Pidana Korupsi melalui Pidana Tambahan Pembayaran Uang Pengganti” pada Jumat (7/28). Pada promosi doktor ini, bertindak sebagai promotor adalah Prof. Dr. Edward O.S. Hiariej, S.H., M.Hum. dan kopromotor Dr. Supriyadi, S.H., M.Hum. Sementara tim penguji terdiri dari Hanafi Amrani S.H., M.H., LL.M. Ph.D., Prof. Dr. Marcus Priyo Gunarto, S.H., M.Hum, Sri Wiyanti Eddyono, S.H., LL.M.(HR)., Ph.D., Richo Andi Wibowo, S.H., LL.M., Ph.D., dan Prof. M. Hawin, S.H., LL.M., Ph.D. selaku ketua penguji.
Ada 2 pokok pembahasan dalam disertasi promovenda. Yang pertama, mengkaji problematika hukum pengembalian kerugian keuangan negara dalam tindak pidana korupsi melalui pidana tambahan pembayaran uang pengganti. Yang kedua, model konstruksi hukum agar pengembalian kerugian keuangan negara dalam tindak pidana korupsi melalui pidana tambahan pembayaran uang pengganti dapat optimal.
Dalam disertasi ini, promovenda mengutip Indeks Persepsi Korupsi (IPK) 2020 yang menunjukkan bahwa persepsi korupsi di Indonesia berada di angka 37 pada skala 0-100 dengan penilaian skor 0 sangat korup dan skor 100 sangat bersih. Promovenda juga merujuk pada data Indonesia Corruption Watch (ICW) 2020 yang memaparkan bahwa dari 1.218 kasus korupsi di Indonesia paling besar dilakukan oleh Aparatur Sipil Negara (ASN) sebanyak 321 kasus dan pihak swasta sebanyak 286 kasus.
Sementara itu, jika ditelisik pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, tindak pidana korupsi merupakan suatu tindak pidana yang merugikan keuangan atau ekonomi negara. Unsur kerugian keuangan atau ekonomi negara secara jelas tertuang dalam ketentuan Pasal 2 dan 3 UUPTPK. Apabila terjadi kerugian ekonomi atau keuangan negara, maka perlu dilakukan upaya untuk memulihkan kerugian tersebut.
“Pada dasarnya, penegak hukum harus menggunakan segala alat atau instrumen hukum yang ada untuk memulihkan kerugian yang ditimbulkan akibat tindak pidana korupsi,” tegas promovenda. Dalam konteks ini, uang pengganti digunakan sebagai salah satu upaya untuk mengembalikan kerugian negara. Menurut UU Tipikor, penggantian kerugian keuangan negara dapat dilakukan melalui tiga instrumen hukum yaitu hukum pidana, perdata, dan administrasi. Secara yuridis, terdakwa harus mengembalikan uang pengganti dalam jangka waktu satu bulan sejak putusan pengadilan memiliki kekuatan hukum tetap. Namun, tahap berikutnya yakni terkait penyitaan aset terpidana tidak diakomodir secara jelas dalam UU Tipikor.
“Namun dalam praktiknya, penegakan sanksi pidana korupsi menunjukkan hasil yang kurang optimal yang ditandai dengan tingginya tunggakan uang pengganti di kejaksaan seluruh Indonesia,” jelas promovenda. Hal ini bermula dari putusan pengadilan dalam menentukan besaran uang pengganti dan pidana penjara pengganti yang tidak proporsional. Faktor lainnya disebabkan oleh perbedaan pendapat antara jaksa dan hakim terkait penjatuhan pidana terhadap pelaku korupsi.
Dalam sidang terbuka ini, Ismaya Hera Wardhanie, S.H., M.Hum. berhasil mempertahankan hasil penelitiannya dan dinyatakan lulus dengan nilai A/B dan predikat sangat memuaskan. Dengan ini diberitahukan bahwa Ismaya Hera Wardhanie, S.H., M.Hum. adalah Doktor ke-258 yang lulus ujian di Fakultas Hukum UGM dan merupakan doktor ke-5920 yang lulus di Universitas Gadjah Mada.
Penulis: PDIH
Editor: PR