Pengembangan pariwisata Taman Nasional Komodo (TNK) secara masif rupanya berpengaruh terhadap kultural dan dinamika sosial-ekonomi Suku Ata Modo, suku lokal dari Desa Komodo, Pulau Komodo. Sebagai contoh, Bahasa Komodo yang merupakan bahasa asli Suku Ata Modo kini nyaris punah karena hegemoni bahasa dari luar yang masuk melalui aktivitas pariwisata. Selain itu, terjadi pergeseran mata pencaharian Suku Ata Modo dari yang awalnya bekerja sebagai nelayan kini lebih dari 70% bergerak dalam sektor pariwisata.
Fenomena tersebut kemudian ditelaah oleh beberapa mahasiswa UGM yang tergabung dalam Program Kreativitas Mahasiswa (PKM). Tim peneliti terdiri dari Arif Putra Pratama (Fakultas Hukum 2021), Avicenna Elang (Fakultas Hukum 2021), An Nuur Khairune Nisa (Fakultas Ilmu Budaya 2021), dan Noor Risa Isnanto (Fakultas Ilmu Budaya 2021). Dalam penelitian ini, tim peneliti didampingi oleh satu orang dosen pendamping yaitu Dr. Dian Agung Wicaksono, S.H., LL.M.
“Tim kami penelitian di sana sebenarnya ingin melihat secara langsung dan mencari tahu jawaban, kira-kira seberapa jauh dampak akan hadirnya pariwisata di Taman Nasional Komodo? Sehingga nantinya pengembangan Pariwisata Taman Nasional Komodo selanjutnya akan memperhatikan serta melibatkan penduduk lokal di sana, dalam hal ini adalah Suku Ata Modo,” jelas Arif Putra Pratama selaku Ketua Tim Penelitian Program Kreativitas Mahasiswa Riset Sosial Humaniora (PKM-RSH) tahun 2023.
Untuk menjawab rumusan masalah penelitian, tim telah melakukan observasi langsung yang bersifat partisipatoris. Peneliti juga melakukan wawancara dengan beberapa tokoh di Desa Komodo. Tidak hanya itu saja, tim juga melakukan riset data sekunder dari berbagai literatur dan peraturan perundang-undangan terkait. Riset ini dilakukan dengan pendekatan yuridis normatif-empiris dan etnografis. Berbagai data primer dan sekunder diformulasikan serta dianalisis untuk memperoleh kesimpulan deskriptif.
Terdapat tiga hasil penelitian sesuai dengan masing-masing pertanyaan rumusan masalah. Pertama, bahwa Suku Ata Modo memiliki potensi kultural sesuai dengan teori Koentjaningrat mengenai tujuh unsur kebudayaan yang terdiri dari bahasa, sistem pengetahuan, organisasi sosial, teknologi, sistim mata pencaharian, sistem kepercayaan, dan kesenian. Kedua, bahwa tidak adanya pengakuan dan penetapan Suku Ata Modo sebagai satuan Masyarakat Hukum Adat melalui produk hukum pada level daerah memberikan peluang adanya konflik kepentingan dan mengesampingkan hak-hak adat mereka. Ketiga, Suku Ata Modo bertransformasi secara koersif akibat eksistensi dari pariwisata TNK. Peraturan yang ditetapkan sebagai sarana konservasi TNK mendorong transformasi yang koersif bagi budaya masyarakat Suku Ata Modo.
Oleh karena itu, melalui penelitian ini, para anggota tim PKM-RSH berharap hasil penelitian ini dapat menjadi pemahaman dan pertimbangan bagi para stakeholder terkait dengan pengembangan pariwisata TNK. Dalam hal ini, Suku Ata Modo menjadi pihak yang berada dalam sorotan sehingga perlu dilibatkan secara aktif dan sebagai upaya melindungi kekayaan lokal atau budaya Suku Ata Modo. Hal ini juga selaras dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs) nomor 11 atau kota dan komunitas berkelanjutan, dalam hal ini Suku Ata Modo sebagai komunitas masyrakatat yang telah lebih dulu mendiami Pulau Komodo.
“Bagaimanapun, suku ini lebih dulu berada di sini sebelum berdirinya Taman Nasional Komodo sehingga perlu diakui dan dihormati keberadaannya. Bahkan jangan sampai ada wacana relokasi masyarakat suku ini,” tutut Avicenna Elang.
Penulis: Anggota Tim
Editor: PR