Perkuat Kepastian Hukum Hak Cipta, Dosen FH UGM Sampaikan Keterangan Ahli di Mahkamah Konstitusi

Selas (22/7/2025), dua dosen dari Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (FH UGM), Laurensia Andrini, S.H., LL.M., Ph.D., dari Departemen Hukum Bisnis, dan Dr. Muhammad Fatahillah Akbar, S.H., LL.M., dari Departemen Hukum Pidana, memberikan keterangan sebagai ahli dalam sidang uji materi Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta di Mahkamah Konstitusi. Perkara tersebut tercatat dengan Nomor 28/PUU-XXIII/2025 dan diajukan oleh para pencipta dan penyanyi yang tergabung dalam Gerakan Satu Visi, termasuk Tubagus Arman Maulana dan Nazril Ilham, dengan Panji Prasetyo, S.H., LL.M., MCIArb., ANZIIF sebagai ketua tim kuasa hukum.

Dalam keterangannya, Laurensia Andrini menyoroti polemik terkait perbedaan interpretasi terhadap Pasal 9 ayat (2) dan (3) serta Pasal 23 ayat (5) UU Hak Cipta, yang merujuk pada pertanyaan inti: “apakah pelaku pertunjukan perlu meminta izin kepada pencipta sebelum membawakan lagunya?” Menurut Laurensia, berdasarkan Pasal 23 ayat (5), pelaku pertunjukan tidak wajib meminta izin terlebih dahulu selama royalti tetap dibayarkan kepada Lembaga Manajemen Kolektif (LMK). Lebih lanjut, Laurensia juga menegaskan pentingnya sistem pengelolaan royalti satu pintu untuk menjamin kepastian hukum dan efisiensi dalam perlindungan hak ekonomi pencipta serta pelaku pertunjukan, khususnya di industri hiburan. Keterlibatan Laurensia mencerminkan peran strategis akademisi dalam memperkuat landasan intelektual dan keadilan dalam pengaturan hak kekayaan intelektual.

Sementara itu, Akbar menyoroti aspek pemidanaan dalam Pasal 113 ayat (2) UU Hak Cipta. Ia menegaskan bahwa pemidanaan terhadap pelaku pertunjukan yang diduga melanggar hak cipta belum tentu memenuhi unsur kerugian sosial yang layak dikriminalisasi (social cost of crime). Menurut Akbar, penyelesaian melalui jalur perdata dan administratif melalui LMK lebih diutamakan, demi menjaga keseimbangan antara perlindungan hukum dan kebebasan berekspresi dalam dunia seni. Sayangnya, semangat ultimum remedium yang tertuang dalam Pasal 95 ayat (4) bersifat formalistik dan belum cukup kuat menegaskan bahwa pemidanaan harus menjadi jalan terakhir.

Keterlibatan dosen FH UGM dalam proses pengujian undang-undang ini sejalan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), khususnya tujuan ke-16 tentang Peace, Justice, and Strong Institutions. Upaya memperkuat keadilan hukum dan perlindungan terhadap hak kekayaan intelektual melalui keterlibatan akademisi menunjukkan komitmen terhadap pembangunan sistem hukum yang inklusif, transparan, dan akuntabel. Selain itu, aspek perlindungan hak cipta juga berkontribusi pada tujuan ke-8 (Decent Work and Economic Growth) dengan mendukung ekosistem ekonomi kreatif yang adil dan berkelanjutan.

Kedua dosen FH UGM tersebut berharap agar Mahkamah Konstitusi dapat mengambil keputusan yang memberikan kepastian hukum yang adil dan berpihak pada perlindungan hak-hak ekonomi serta kebebasan berekspresi para pencipta dan pelaku pertunjukan.

Reportase: Aika Fatiha Azhar & Nabiel Harits Pratama
Author: PR

TAGS :  

Latest News

FH UGM Terima Penghargaan LEPRID atas Inisiatif Museum Koruptor Indonesia

Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (FH UGM) menerima penghargaan bergengsi dari Lembaga Prestasi Indonesia-Dunia (LEPRID) atas kontribusinya dalam pendirian Museum Koruptor Indonesia—museum edukasi antikorupsi pertama …

Fakultas Hukum UGM Dorong Produktivitas Kerja melalui Pengembangan Kapasitas SDM

Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (FH UGM) melaksanakan kegiatan pengembangan kapasitas sumber daya manusia pada 17–19 Juli 2025 di Tawangmangu, Karanganyar. Kegiatan ini diikuti oleh …

FH UGM dan RRI Siarkan Edukasi Publik tentang Hak Kekayaan Intelektual untuk Dukung Pelaku Kreatif

Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (FH UGM), melalui Pusat Konsultasi dan Bantuan Hukum (PKBH) UGM , bersama Radio Republik Indonesia (RRI) Pro2 102.5FM sukses menyelenggarakan …

Scroll to Top