LSJ FH UGM Serahkan Pendapat Hukum atas Kasus Penetapan Tersangka 6 Mahasiswa di Aceh

Senin (16/9/2024), LSJ FH UGM merilis Pendapat Hukum atas Penetapan Status Tersangka terhadap Enam Mahasiswa di Aceh. Polresta Banda Aceh melalui siaran persnya menetapkan 6 mahasiswa, antara lain Y (23) dan R (25), RB (25), Y (23), J (24), dan TM (23), dari 16 orang yang berdemo di depan gedung DPR Aceh sebagai tersangka terkait ujaran kebencian.

Kasus ini menjadi salah satu rentetan dari fenomena kriminalisasi kebebasan berpendapat dan berekspresi yang pada akhirnya menyimbolisasikan kemunduran demokrasi. Kendati penjaminan atas kebebasan berpendapat dan berekspresi telah termaktub pada instrumen hak asasi manusia nasional dan internasional yang inheren dalam sistem hukum di Indonesia.

Terdapat 8 poin pendapat hukum LSJ FH UGM. Beberapa di antaranya menyoroti perihal lembaga kepolisian yang keliru dalam membedakan makna kritik dan ujaran kebencian. Selain itu, kepolisian bukanlah suatu golongan melainkan alat/aparat negara, sehingga kritik terhadapnya adalah upaya masyarakat untuk melakukan pengawasan terhadap laju kinerja lembaga pemerintahan.

LSJ FH UGM juga memasukkan beberapa aturan yang membentengi ekspresi kritis warga negara, seperti UUD Negara Republik Indonesia 1945; UU No. 12 Tahun 2005; UU No. 2 Tahun 2002; UU No. 39 Tahun 1999; dan SNP Komnas HAM No. 5.

Dalam kasus ini, LSJ FH UGM merekomendasikan 4 point kepada kepada Institusi Kepolisian Republik Indonesia (c.q. Kapolres Banda Aceh).  Pertama, mencabut status tersangka keenam mahasiswa Aceh yang dikenai pasal ujaran kebencian. Kedua, menghormati dan memajukan Prinsip Surabaya untuk Kebebasan Akademik (2017), khususnya berkaitan dengan Prinsip ke 5, yang menyatakan ‘pihak berwenang memiliki tanggung jawab untuk menghormati, melindungi, dan memastikan langkah-langkah yang diperlukan untuk menjamin kebebasan akademik.’ Ketiga, mengingatkan Kepolisian RI untuk teguh bertindak profesional, menjunjung tinggi etika, mengedepankan pendekatan kemanusiaan, tidak sekalipun bertindak dengan pendekatan kekerasan, penyiksaan atau penganiayaan, pula menghindari cara-cara yang kotor dan manipulatif. Keempat, mematuhi, menjunjung tinggi, sekaligus mengikuti perkembangan doktrin hukum yang berkaitan dengan nilai-nilai, dan standar aturan hak asasi manusia serta menjaga prinsip-prinsip Negara Hukum demokratis sebagaimana mandat konstitusi dalam kehidupan bernegara.

Pendapat hukum ini diserahkan kepada LBH (Lembaga Bantuan Hukum) Banda Aceh untuk diteruskan kepada pihak Polresta Banda Aceh. Lewat pendapat hukum, harapannya aparat penegak hukum dapat membedakan makna kritik dan ekspresi kritis, sehingga kasus-kasus kriminalisasi serupa tak lagi terjadi.

Pendapat Hukum dan Rekomendasi dari untuk Meila dapat diakses melalui tautan berikut: bit.ly/PendapatKasusMahasiswaAceh


Penulis: Markus Togar Wijaya (LSJ)

TAGS :  

Latest News

Akademisi FH UGM, Dr. Akbar, Soroti Substansi RUU KUHAP untuk Penegakan Hukum yang Adil

Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (FH UGM) kembali menunjukkan perannya dalam mendorong reformasi hukum nasional melalui keterlibatan dosennya, Dr. Muhammad Fatahillah Akbar, S.H., LL.M., dalam …

Three Minute Thesis #5 Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum UGM “Disparitas Putusan Hakim Pengadilan Agama terkait Kedudukan Dana Asuransi Jiwa Konvensional sebagai Salah Satu Objek Sengketa dalam Perkara Kewarisan Islam”

Dalam rangka menyebarluaskan pengetahuan hukum dalam bidang kenotariatan kepada masyarakat, Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum UGM pada 31 Agustus 2025 kembali mengunggah Three Minute …

Upholding Justice for Children: Legal Counseling KMFH UGM Explores the Status and Rights of Children Out of Wedlock According to Two Legal Systems

Keluarga Muslim Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (KMFH UGM) kembali menyelenggarakan kegiatan penyuluhan hukum melalui program Santai Siang di Radio Republik Indonesia (RRI) Pro 2 …

Scroll to Top