PKBH Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada menyelenggarakan penyuluhan hukum “Penegakan Hukum Pertanian dalam rangka Mewujudkan Pertanian yang Tangguh dan Berkelanjutan di Kabupaten Bantul”. Tema yang diambil ini mempertimbangkan tujuan ke-dua SDGs, yaitu ”Zero Hunger” atau ”Tanpa Kelaparan” di mana pertanian yang tangguh dan berkelanjutan menjadi salah satu pilarnya.
Penyuluhan hukum internal tersebut diikuti sebanyak kurang lebih 30 peserta di Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kabupaten Bantul pada Rabu, (2/10/2024). Pemilihan lokasi penyuluhan hukum dilatarbelakangi oleh kondisi atau isu regional di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) seputar pertanian, di mana Kabupaten Bantul menempati peringkat pertama dengan lahan pertanian produktif terluas se-DIY. Karakter wilayahnya yang agraris tersebut membuat Kabupaten Bantul sebagai daerah penghasil beras utama di DIY. Namun, belakangan ini terjadi peningkatan terhadap tren alih fungsi lahan pertanian di kabupaten tersebut yang menyebabkan penurunan lahan produktif setiap tahunnya. Kondisi tersebut otomatis berdampak pada tingkat produktivitas hasil pertanian di DIY.
Salah satu dosen pada Departemen Hukum Agraria Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Dr.jur. Any Andjarwati, S.H., M.jur., memaparkan beberapa aspek penting penegakan hukum pertanian yang harus diperhatikan dalam menyelesaikan permasalahan penyelenggaraan pertanian di Kabupaten Bantul. Sebagaimana telah disampaikan, bahwa masalah utama yang dihadapi yaitu meningkatnya alih fungsi lahan pertanian menjadi non pertanian yang pada akhirnya dapat mengancam tingkat produktivitas pangan di DIY. Indikasi tren permasalahan tersebut yaitu sebab jaminan kesejahteraan terhadap petani masih rendah.
Persoalan kesejahteraan petani sangat ditekankan oleh narasumber, sebab petani adalah aktor utama yang signifikan dalam konteks penyelenggaraan pertanian. Sementara, salah satu tujuan dari penegakan hukum pertanian yang berkeadilan yakni guna mewujudkan pertanian berkelanjutan yang mampu menjamin kesejahteraan bagi petani. Namun ironisnya, pengaturan mengenai definisi petani itu sendiri masih sangat luas sehingga menimbulkan pemaknaan yang sumir terhadap subjek hukum petani. Pengaturan tentang subjek hukum petani yang tidak jelas ternyata juga menyulitkan penegakan hukum pertanian yang berkeadilan dan berpihak pada kesejahteraan rakyat tani sebagaimana tujuan sistem hukum agraria nasional.
Setelah pemaparan oleh narasumber selesai, acara dilanjutkan dengan sesi tanya jawab dan pernyataan penutup dari narasumber. Dalam pernyataan penutupnya, narasumber menuturkan bahwa menjamin kesejahteraan petani menjadi salah satu kunci dalam penegakan hukum pertanian yang berkeadilan. Hal itu perlu dipikirkan secara matang sehingga dapat mendukung berlangsungnya kegiatan pertanian demi terwujudnya pencapaian target penyediaan jaminan sistem produksi pangan berkelanjutan dan penyelenggaraan pertanian yang tangguh sebagai derivat dari tujuan kedua SDGs: ”Zero Hunger”.
Penulis: Daisy Tamegasari (Departemen Agraria)
Editor: PR