Diskusi KMMH FH UGM Soroti Diskursus Direct License dalam Industri Musik  Paradoks Perlindungan HKI di Era Digital

Keluarga Mahasiswa Magister Hukum Bisnis dan Kenegaraan (KMMH) Fakultas Hukum UGM menggelar diskusi publik bertajuk “Diskursus Direct License dalam Industri Musik: Paradoks Perlindungan HKI di Era Digital” sebagai respons atas polemik terkait model lisensi langsung di dunia musik. Forum akademik ini menghadirkan dua narasumber utama, yakni Vanny Aldilla dari Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM DIY serta Prof. Tomi Suryo Utomo, S.H., LL.M., Ph.D. dari Fakultas Hukum UGM. Diskusi dipandu oleh Hizkia Stevanus Lumenta, mahasiswa Magister Hukum Bisnis, yang memandu sesi tanya jawab dan merangkum isu hukum kekayaan intelektual di ranah digital. Dengan pendekatan multidisipliner, para pembicara menyoroti tantangan perlindungan hak cipta, dinamika ekonomi kreatif, dan kebutuhan regulasi adaptif bagi pelaku industri musik.

Kegiatan ini berlangsung Rabu (14/5/2025), pukul 13.00–15.10 WIB di Ruang 3.1.1 Fakultas Hukum UGM dan diikuti peserta beragam—mulai mahasiswa, praktisi, hingga pelaku serta penikmat musik. Acara diawali sambutan Ketua KMMH yang diwakili Naufal Rizqiyanto, Ketua Departemen Kajian dan Penelitian KMMH, yang menekankan pentingnya dialog kritis bagi perkembangan studi hukum bisnis. Sambutan resmi pembuka disampaikan Dr. Totok Dwi Diantoro, S.H., M.A., LL.M., Sekretaris Prodi Hukum Bisnis dan Kenegaraan FH UGM, yang menegaskan komitmen fakultas mendampingi isu-isu kekayaan intelektual kontemporer

Dalam penyampaian mewakili pihak Kanwil Kemenkum DIY, Vanny Aldilla menjelaskan bahwa dasar hukum direct license ada pada Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta. Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan atau Musik. Kemudian aturan pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah melalui Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 9 Tahun 2022. Undang-Undang Hak Cipta, royalti musik ini dipusatkan kepada sebuah lembaga yaitu LMKN melalui Peraturan pemerintah  menyebutkan penggunaan secara komersial dalam bentuk pelayanan publik yang bersifat komersial harus membayar royalti kepada pencipta, pemegang hak cipta dan atau pemilik hak terkait melalui LMKN. Pembayaran royalti dalam satu pintu sesuai Undang-Undang Hak Cipta melalui LMKN, sistem tersebut diberi nama direct license.

Kanwil Kemenkum DIY memiliki beberapa pengalaman sejak adanya Peraturan Pemerintah bahkan sejak adanya Undang-Undang Hak Cipta diberikan amanat untuk membantu bagaimana operasional LMKN ini tetap berjalan. LMKN ini dianggap sebagai sebuah lembaga yang walaupun dibentuk karena adanya penarikan royalti tapi masih menjadi kendala ketika tidak bisa mencakup 33 wilayah yang besar yang ada di Indonesia. 

“Sebagai contoh di DIY sendiri ini sudah banyak sekali ada cafe, perhotelan, kemudian ada pusat perbelanjaan yang memang secara nyata memutar lagu atau musik yang mendukung kegiatan komersial mereka. Setiap awal tahun dan akhir tahun ini Kanwil Kemenkum DIY melakukan monitoring kepada tempat-tempat tersebut. Hasil dari monitoring dan evaluasi yang di peroleh dilapangan, banyak dari pengelola dan pengguna musik ini masih minim informasi sehingga di lapangan ini banyak sekali ditemukan bahwa pembayaran royalti ini menjadi sebuah tanda tanya. Apakah ini diperlukan atau tidak karena ketika datang ke sebuah kafe, ke sebuah restoran, mereka merasa bahwa yang kami putar ini musik dari YouTube, lagu gratis dari Spotify. Sehingga hal tersebut menjadi catatan bagi kami agar kita dapat mengedukasi terkait hak cipta musik kepada masyarakat,” ungkap Vanny Aldilla.

Dari sudut pandang akademisi, Prof. Tomi Suryo Utomo, S.H.,LLM.,Ph.D. memandang bahwa mengangkat isu direct lisence adalah suatu topik yang menarik. Sebagai akademisi memandang isu tersebut harus bersikap objektif. Ada tiga yang harus difokuskan. Pertama, kontradiksi pasal yang menjadi latar belakang timbulnya masalah. Kedua, akibat dari kontradiksi pasal menimbulkan ketegangan antar para pihak di dalam industri musik dalam hal ini adalah pencipta lagu atau pemegang hak. Ketiga, pencipta lagu versus LMKN.

Prof. Tomi Suryo Utomo menyoroti kompleksitas hukum yang muncul akibat kontradiksi antar pasal dalam UU Hak Cipta, khususnya antara Pasal 9 ayat (3), Pasal 23 ayat (5), dan Pasal 81. Ia menjelaskan bahwa meskipun Pasal 9 memberikan hak eksklusif kepada pencipta untuk mengizinkan atau melarang penggunaan karya, Pasal 23 memperkenalkan sistem kolektif melalui LMK, sementara Pasal 81 membuka ruang bagi pencipta untuk memberikan lisensi langsung. Ketegangan antara pendekatan individualistik dan kolektif inilah yang melahirkan polemik terkait direct license. Prof. Tomi juga mempertanyakan efektivitas pengelolaan royalti oleh LMKN, terutama dalam aspek transparansi dan akuntabilitas distribusi royalti.

Sebagai solusi, Prof. Tomi mengusulkan penerapan teknologi blockchain untuk mencatat secara otomatis penggunaan lagu dalam berbagai platform digital seperti Spotify dan YouTube, serta pada konser atau pertunjukan. Dengan teknologi ini, pencipta lagu dapat langsung melihat data penggunaan karyanya secara transparan tanpa harus bergantung pada laporan dari lembaga tertentu. Menurutnya, jika transparansi dapat dijamin melalui teknologi tersebut, maka polemik seputar direct license dan peran LMKN bisa diminimalisasi. Diskusi ini mencerminkan kebutuhan akan regulasi yang lebih tegas dan adaptif terhadap perkembangan teknologi dan industri kreatif di era digital.

Reportase: Akbar Sitti Erlina, S.H (Departemen Kajian Hukum dan Penelitian)
Author: PR

TAGS :  

Latest News

Merangkul Calon Notaris Masa Depan, Magister Kenotariatan Fakultas Hukum UGM Tampil di Program Angkringan TVRI Yogyakarta

Program Studi Magister Kenotariatan bersama dengan Program Studi Magister Hukum Bisnis dan Ketatanegaraan serta Program Studi Magister Ilmu Hukum Kampus Jakarta Fakultas Hukum Universitas Gadjah …

Mempelajari Environmental, Social & Governance (ESG) dalam Perbankan Nasional: Magister Kenotariatan Fakultas Hukum UGM Ajak Mahasiswa Kuliah Bersama Pakar

Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum UGM sukses menggelar Kuliah Tamu Hukum Perbankan bertajuk “Environmental, Social & Governance (ESG) dalam Perbankan Nasional (Regulasi dan Praktik)”. …

We’re Hiring : Analis Junior Pengelola Publikasi jurnal Ilmiah

We’re Hiring ! Analis Junior Pengelola Publikasi jurnal Ilmiah   KUALIFIKASI UMUM: Warga Negara Indonesia Usia maksimal 30 tahun Memiliki integritas , motivasi an kemampuan …

Dua mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Shelina Theodora dan Dhea Praja Gupta, berhasil meraih Juara 2 Kompetisi Legal Opinion dalam ajang …

Program Studi Magister Kenotariatan bersama dengan Program Studi Magister Hukum Bisnis dan Ketatanegaraan serta Program Studi Magister Ilmu Hukum Kampus Jakarta Fakultas …

Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum UGM sukses menggelar Kuliah Tamu Hukum Perbankan bertajuk “Environmental, Social & Governance (ESG) dalam Perbankan Nasional …

We’re Hiring ! Analis Junior Pengelola Publikasi jurnal Ilmiah   KUALIFIKASI UMUM: Warga Negara Indonesia Usia maksimal 30 tahun Memiliki integritas , …

Scroll to Top