Edukasi Hukum E-Commerce: Mahasiswa FH UGM dan Dosen UII Kupas Tuntas Perjanjian Elektronik dan Perlindungan Konsumen di RRI Pro 2 Yogyakarta

Di era digital yang berkembang pesat, transaksi elektronik melalui e-commerce telah menjadi bagian tak terpisahkan dari gaya hidup masyarakat. Namun, kemudahan ini sering kali tidak dibarengi dengan literasi hukum yang memadai, sehingga menimbulkan berbagai sengketa antara penjual dan pembeli. Merespons hal tersebut, tim mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (FH UGM) yang tergabung dalam ALSA Local Chapter UGM menggelar penyuluhan hukum melalui siaran radio RRI PRO 2 Yogyakarta pada Rabu (3/12/2025) pukul 12.00 WIB.

Kegiatan ini menghadirkan kolaborasi akademisi lintas generasi, yakni Eko Rial Nugroho, S.H., M.H., Dosen Hukum Perdata Universitas Islam Indonesia (UII), dan Nigel Abdullah, Mahasiswa S1 Hukum Perdata FH UGM. Dipandu oleh penyiar Vina Mufiana, diskusi mengangkat topik krusial bertajuk “Perjanjian Elektronik di Aplikasi E-commerce”. Kegiatan ini merupakan realisasi dari program Hibah Penyuluhan Hukum yang diselenggarakan oleh Pusat Konsultasi dan Bantuan Hukum (PKBH) FH UGM, di mana Nigel Abdullah bersama timnya, Claudia Nathasya Ronalaff Hutahean dan Theresia Averina Florentina, berupaya menghadirkan edukasi hukum yang inklusif dan berdampak langsung bagi masyarakat luas.

Dalam diskusi yang berlangsung interaktif tersebut, pembahasan difokuskan pada validitas perjanjian elektronik yang sering disalahpahami.  Eko Rial Nugroho, S.H., M.H., menyoroti fenomena anak di bawah umur yang melakukan check-out barang tanpa izin orang tua. Secara hukum, meskipun kedewasaan dalam KUHPerdata adalah 21 tahun, praktik hukum di Indonesia kini mengacu pada batas usia 18 tahun. Transaksi yang dilakukan oleh anak di bawah umur dianggap melanggar syarat subjektif perjanjian, yakni kecakapan. Akibat hukumnya, perjanjian tersebut berstatus dapat dibatalkan (voidable). Artinya, perjanjian tetap sah selama tidak ada pihak yang membatalkannya, namun orang tua memiliki hak hukum untuk membatalkan transaksi tersebut dan mengembalikan keadaan seperti semula.

Lebih lanjut, Nigel Abdulah, menjelaskan mengenai konsep kesepakatan dalam ranah digital. Berbeda dengan anggapan umum bahwa perjanjian harus tertulis atau bertanda tangan basah, dalam hukum perdata dikenal konsep “kesepakatan diam-diam” (silent agreement). Tindakan mengklik tombol checkout atau mentransfer uang sudah dianggap sebagai bentuk persetujuan yang sah karena telah terjadi pertemuan kehendak (meeting of minds). Bukti transfer dan riwayat transaksi di aplikasi pun diakui sebagai alat bukti hukum yang sah berdasarkan UU ITE.

Diskusi juga menyinggung praktik klausula eksonerasi, di mana penjual sering mencantumkan aturan sepihak seperti “Barang yang dibeli tidak dapat dikembalikan”. Para narasumber menegaskan bahwa klausula semacam ini dilarang oleh UU Perlindungan Konsumen dan batal demi hukum. Konsumen tetap berhak mendapatkan ganti rugi jika barang yang diterima cacat, meskipun tidak menyertakan video unboxing, asalkan cacat tersebut dapat dibuktikan. Terkait penyelesaian sengketa, masyarakat disarankan menempuh jalur perdata atau mediasi melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) untuk mendapatkan pemulihan hak, alih-alih jalur pidana yang lebih memakan waktu dan biaya.

Kegiatan penyuluhan hukum ini memiliki relevansi yang kuat dengan tujuan pembangunan berkelanjutan. Pertama, SDG Nomor 4 (Pendidikan Berkualitas). Siaran ini memberikan akses pendidikan hukum non-formal kepada masyarakat luas melalui media radio, meningkatkan literasi digital dan hukum konsumen yang inklusif. Kedua, SDG Nomor 12 (Konsumsi dan Produksi yang Bertanggung Jawab). Dengan memahami hak dan kewajiban dalam transaksi elektronik, masyarakat didorong menjadi konsumen yang cerdas dan kritis, serta pelaku usaha didorong untuk berlaku jujur dan tidak menerapkan klausula yang merugikan. Ketiga, SDG Nomor 16 (Perdamaian, Keadilan, dan Kelembagaan yang Tangguh). Pengetahuan mengenai mekanisme penyelesaian sengketa (perdata vs pidana) dan keberadaan BPSK membuka akses keadilan bagi masyarakat (Access to Justice), memastikan bahwa hukum dapat melindungi kepentingan semua pihak secara adil dan transparan.

Writer: Theresia Averina Florentina

TAGS :  

Latest News

FH UGM and Kejati DIY Finalize Collaboration Plan for 2026 Community Service Activities

Senin (22/12/2025),Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (FH UGM) menyelenggarakan rapat koordinasi lanjutan dengan Kejaksaan Tinggi Daerah Istimewa Yogyakarta (Kejati DIY), Paguyuban Nayantaka Provinsi DIY, Paguyuban …

FH UGM Berikan Dukungan Akademik dan Sosial bagi Mahasiswa Terdampak Bencana di Sumatra Utara, Sumatra Barat, dan Aceh

Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (FH UGM) menyelenggarakan diskusi dan pertemuan penerimaan mahasiswa yang terdampak bencana alam di wilayah Sumatra Utara, Sumatra Barat, dan Aceh. …

FH UGM Gelar Tasyakuran Akademik dan Apresiasi Capaian Mutu Pendidikan

Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (FH UGM) menyelenggarakan kegiatan tasyakuran Jumat (19/12/2025). Kegiatan dilaksanakan di Auditorium Gedung B FH UGM. Tasyakuran ini menjadi momentum reflektif …

Scroll to Top