Fakultas Hukum UGM melalui Pandekha FH UGM, bekerja sama dengan Persada FH Universitas Brawijaya, menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) bertajuk “Menimbang Konstitusionalitas RKUHAP: Prosedur Modern atau Instrumen Represi?”. Kegiatan ini dilaksanakan pada Rabu (25/6/2025) secara hybrid dan diikuti oleh lebih dari 150 partisipan dari berbagai kalangan akademisi, praktisi hukum, hingga mahasiswa.
FGD ini dimoderatori oleh Nasywa Anandita, dengan menghadirkan empat narasumber utama: Dr. Fachrizal Afandi (FH UB), Dr. Muhammad Fatahillah Akbar (FH UGM), Dr. Yance Arizona (FH UGM), dan Dr. Sri Wiyanti Eddyono (FH UGM). Diskusi membahas berbagai aspek sistem peradilan pidana di Indonesia, termasuk prosedur penahanan, akuntabilitas korporasi, hak-hak korban, serta pentingnya koordinasi antar lembaga penegak hukum.
Salah satu fokus utama diskusi adalah soal hak-hak korban dan kesenjangan dalam implementasinya. Para narasumber mencatat bahwa meskipun kerangka hukum telah mencantumkan hak-hak dasar bagi korban—seperti hak untuk melapor, memperoleh informasi, hingga perlindungan—dalam praktiknya masih terdapat tantangan besar. Kesenjangan ini mencakup ketidakjelasan tanggung jawab antara aparat penegak hukum seperti polisi, jaksa, dan pengadilan, serta kurangnya dukungan konkret seperti perlindungan saksi, pendampingan psikologis, dan jaminan pembiayaan untuk proses penyelidikan. Hal-hal tersebut menyulitkan korban untuk mengakses keadilan secara efektif.
Melalui forum ini, Fakultas Hukum UGM turut mendukung pencapaian SDG 4: Pendidikan Berkualitas, dengan menciptakan ruang dialog kritis yang mendorong peningkatan kapasitas intelektual mahasiswa dan pemangku kepentingan hukum. FGD ini menjadi sarana pembelajaran interaktif yang menumbuhkan pemahaman mendalam terhadap isu-isu hukum kontemporer secara inklusif dan berorientasi pada keadilan sosial.
Kegiatan ini juga merepresentasikan semangat SDG 17: Kemitraan untuk Mencapai Tujuan, dengan mendorong kolaborasi lintas universitas, lembaga hukum, dan elemen masyarakat sipil. Sinergi antara UGM dan UB dalam menyelenggarakan FGD ini memperkuat jejaring akademik nasional, sekaligus menciptakan ekosistem pembaruan hukum yang partisipatif dan berkelanjutan.
Para narasumber juga menekankan pentingnya pembaruan hukum acara pidana agar tidak hanya mengikuti perkembangan modernisasi prosedur, tetapi juga menempatkan hak asasi manusia sebagai landasan utama. Reformasi ini diharapkan dapat menyelaraskan kerangka hukum Indonesia dengan standar internasional dan mendukung pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) poin 16: perdamaian, keadilan, dan kelembagaan yang tangguh.
Penulis: Mochamad Adli Wafi (PANDEKHA)
Editor: PR