Pusat Kajian Law, Gender, & Society (LGS) Fakultas Hukum UGM telah menyelenggarakan kegiatan pelatihan dasar bagi peneliti LGS di Fakultas Hukum UGM. Kegiatan yang dilaksanakan pada Sabtu (16/11/2024) ini dihadiri secara terbatas oleh 24 peserta dan 3 pembicara.
Pelatihan dasar ini diselenggarakan dalam rangka membekali volunteer LGS dengan pengetahuan dan pemahaman awal tentang konsep gender, maskulinitas, dan seksualitas. Hal tersebut ditujukan untuk membedah bias, memberikan perspektif, serta meningkatkan sensitivitas volunteer LGS pada isu-isu terkait. Titik fokus pelatihan kali ini adalah memperkenalkan ketiga konsep tersebut. Namun, ke depannya diharapkan dapat terselenggara pelatihan lanjutan agar para volunteer LGS dapat mengaplikasikan konsep gender, maskulinitas, dan/atau seksualitas dalam penelitian hukum.
Kegiatan diawali dengan memetakan harapan peserta pelatihan, serta tantangan yang mungkin timbul selama pelatihan dan hal-hal yang bisa dilakukan untuk menghadapi tantangan tersebut. Para peserta juga diminta untuk menyepakati beberapa hal, termasuk untuk mencipatkan ruang aman yang terbuka untuk memfasilitasi diskusi yang kritis dan produktif. Pelatihan dilanjutkan dengan pembahasan dan diskusi interaktif tentang konsep gender oleh Sri Wiyanti Eddyono, S.H., LL.M.(HR), Ph.D. (Direktur LGS); pemaparan materi tentang konsep dan perspektif maskulinitas oleh Saeroni, S.Ag., M.H. (Koordinator Nasional Aliansi Laki-laki Baru (ALB)); serta pemaparan materi tentang seksualitas oleh Rr. Sri Agustine, S.H., M.H. (Advokat LBH APIK).
Memulai sesi pelatihan, Sri Wiyanti Eddyono mengajak para peserta untuk memahami dan merefleksikan bagaimana pembedaan peran gender yang rigid antara laki-laki dengan perempuan dapat menimbulkan dominasi berbasis gender. Pembedaan tersebut juga perlu dilihat secara interseksional. Di mana ada aspek identitas selain gender yang membuat seseorang memiliki kerentanan berlapis. Misalnya status ekonomi, status sosial, status perkawinan, usia, abilitas/disabilitas, penampilan fisik, suku, ras, agama, dan status sosial lainnya.
Saeroni menjelaskan lebih lanjut bahwa pada laki-laki, pembakuan gender maskulin pun melahirkan hierarki sosial dan bentuk-bentuk diskriminasi sebagaimana yang terjadi pada perempuan. Terdapat konsep-konsep maskulinitas yang menimbulkan dominasi bahkan antara laki-laki. Para peserta kemudian diajak untuk menyadari bahwa masing-masing identitas memiliki kerentanan dalam situasi yang berbeda.
Sebagai sesi terakhir, Rr. Sri Augustine memberikan pemahaman bahwa seksualitas bukan semata-mata tentang praktik, hubungan, dan perilaku seksual. Seksualitas merupakan aspek kehidupan yang menyeluruh dalam diri seseorang, mencakup orientasi seksual, identitas gender, ekspresi gender, karakteristik seksual, keintiman, dan reproduksi. Para peserta diundang untuk mempertimbangkan keragaman pengalaman manusia yang terkait dengan seksualitasnya dalam arti luas.
Pelatihan ini kemudian ditutup dengan diskusi kelompok untuk merancang deklarasi ‘Laki-Laki Baru untuk mendukung Kesetaraan, Keadilan Gender, dan Inklusi Sosial’. Diskusi tersebut dilakukan untuk mengkomodasi pandangan seluru peserta yang nantinya akan mengikuti pembacaan deklarasi tersebut.
Setelah diskusi kelompok, deklarasi tersebut dibacakan oleh Dr. Arvie Johan, S.H., M.Hum. (Peneliti Dosen LGS) dan Saeroni, S.Ag., M.H. (Koordinator Nasional Aliansi Laki-laki Baru (ALB)) dengan pernyataan sebagai berikut:
1) Kami menyadari bahwa konstruksi sosial-gender di masyarakat membawa konsekuensi dan kerentanan yang berbeda pada setiap orang karena identitas jenis kelamin, gender, seksualitas, disabilitas, usia, status sosial-ekonomi dan identitas sosial lainnya;
2) Kami meyakini dan berkomitmen bahwa setiap orang, memiliki status dan kedudukan yang setara, dan karenanya setiap kami memiliki tanggungjawab yang sama dan setara dalam mewujudkan kehidupan yang lebih baik bagi semua, adil dan setara, serta mendukung sepenuhnya segala strategi afirmasi untuk mewujudkannya;
3) Kami berkomitmen untuk berkontribusi dalam menghimpun, memetakan, mengkaji dan menyebarluaskan pemikiran-pemikiran hukum kritis yang berkeadilan gender, HAM, keberagaman, dan keberlanjutan lingkungan;
4) Kami berkomitmen untuk menjembatani proses pembentukan hukum dengan kebutuhan-kebutuhan yang terjadi di dalam masyarakat yang berkeadilan gender, HAM, keberagaman, dan keberlanjutan lingkungan;
5) Kami berkomitmen untuk menjaga kesatuan pandangan, sikap dan perilaku yang adil dan setara, serta menolak segala bentuk tindakan diskriminasi atas dasar jenis kelamin, gender, disabilitas, seksualitas, dan keberagaman dengan melakukan diseminasi terkait anti diskriminasi berdasarkan keberagaman setiap orang;
6) Kami menolak segala bentuk kekerasan berbasis gender pada setiap orang khususnya terhadap perempuan;
7) Kami berkomitmen mengupayakan perubahan perilaku laki-laki dengan membongkar konstruksi maskulinitas untuk mewujudkan keadilan gender.
Untuk dokumen lengkap “Deklarasi Laki-Laki Baru untuk Mendukung Kesetaraan, Keadilan Gender, dan Inklusi Sosial”, dapat diunduh melalui tautan berikut https://bit.ly/LakilakibaruLGS.
LGS berterima kasih kepada para narasumber dan peserta yang telah berpartisipasi aktif. LGS akan terus berkomitmen dalam mengembangkan kapasitas penelitinya demi mewujudkan penelitian-penelitian kritis, khususnya terkait isu gender dan masyarakat rentan. Dalam konteks tersebut, LGS berkontribusi pada pewujudan UN Sustainable Development Goals 5 (Kesetaraan Gender), 10 (Penurunan Kesenjangan) dan 16 (Perdamaian, Keadilan, dan Kelembagaan yang Tangguh).
Penulis: Annisa Ayuningtyas, Arimbi Fajari Furqon (Peneliti LGS)