Meneroka Keberlakuan SEMA 2 Tahun 2019 berkaitan dengan Sengketa Ekonomi Syariah di wilayah Provinsi D.I. Yogyakarta

Selasa (05/08/2025), Dosen Departemen Hukum Islam Fakultas Hukum Hukum Universitas Gadjah Mada, Dr. Khotibul Umam, S.H., LL.M., menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) sebagai bagian dari rangkaian penelitian berjudul “Implikasi Diberlakukannya SEMA 2 Tahun 2019 terhadap Pembatalan Akad yang bertentangan dengan Prinsip Syariah. Kegiatan ini bertujuan untuk menggali data empiris terkait penerapan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 2 Tahun 2019 di lingkungan Pengadilan Agama (PA), khususnya di wilayah Provinsi D.I. Yogyakarta.

FGD dihadiri oleh Ketua Pengadilan Agama di wilayah Provinsi D.I. Yogyakarta yang terdiri atas Ketua Pengadilan Agama Sleman, Dr. Yuniati Faizah, S.Ag., S.H., M.SI.; Ketua Pengadilan Agama Bantul, Septianah, S.H.I., M.H.; Ketua Pengadilan Agama Wonosari, Lutfi Muslih, S.Ag., M.A.; Ketua Pengadilan Agama Wates, Taufik, S.H.I., M.A.; dan Ketua Pengadilan Agama Kota Yogyakarta, Dr. Khoiriyah Roihan, S.Ag., M.H.

Dr. Yuniati Faizah menyampaikan bahwa dalam beberapa kasus, pembatalan akad diajukan oleh Pelaku Usaha Jasa Keuangan (PUJK), selain yang diajukan oleh Debitur penerima fasilitas. Namun, hakim di lingkungan peradilan agama tidak menjadikan SEMA No. 2 Tahun 2019 sebagai satu-satunya dasar, melainkan mengombinasikannya dengan prinsip keadilan dan kaidah fikih seperti al-ghurmu bil al-ghurmi (keuntungan sejalan dengan risiko). Prinsip ini memberi penegasan bahwa jika seseorang (nasabah) telah menerima manfaat, maka wajib pula menanggung kewajiban.

Lutfi Muslih, S.Ag., M.A. lebih lanjut menjelaskan bahwa SEMA No. 2 Tahun 2019 memiliki ruang tafsir yang luas. Mengutip pandangan Prof. Dr. Amran Suadi (Mantan Ketua Kamar Agama, Mahkamah Agung Republik Indonesia), yakni bahwa SEMA a quo hadir karena banyaknya pembatalan akad oleh hakim yang tidak disertai penyelesaian kewajiban pokok, sehingga merugikan PUJK.

Dr. Khoiriyah Roihan, S.Ag., M.H. menambahkan bahwa SEMA No. 2 Tahun 2019 merupakan kelanjutan dari SEMA No. 4 Tahun 2016 dan PERMA No. 14 Tahun 2016 yang muncul akibat praktik pembatalan akad secara ex-officio oleh hakim, yakni hakim secara langsung meninjau akad ketika padanya dihadapkan pada sengketa ekonomi syariah dan membatalkan akad, walaupun pokok gugatannya bukan pembatalan akad. Beliau lebih lanjut menegaskan bahwa SEMA lahir dari arah politik hukum Mahkamah Agung untuk mencegah penyalahgunaan gugatan pembatalan sebagai upaya menghindari kewajiban hukum nasabah dari suatu lembaga keuangan syariah. Setelah SEMA diberlakukan, permohonan pembatalan akad menunjukan trend menurun yang signifikan karena adanya sanksi yang mengikat, seperti kewajiban membayar pinjaman pokok dan margin, walau status akadnya dibatalkan.

Taufik, S.H.I., M.A di sisi lain menilai bahwa keberadaan SEMA 2 Tahun 2019 penting untuk menjaga keseimbangan antara prinsip syariah, perlindungan terhadap pelaku usaha, dan kepastian hukum. Sementara itu, Septianah, S.H.I., M.H mencontohkan sebuah kasus gadai (rahn) di mana meskipun akad mengandung isu hukum, karena dana telah dimanfaatkan, hakim memfokuskan perhatian pada penyelesaian tuntutan lain, bukan pada pembatalan akad itu sendiri guna memberikan Solusi yang menguntungkan kedua belah pihak, antara lain dengan mengoptimalkan perdamaian.

FGD ini menunjukkan bahwa implementasi SEMA No. 2 Tahun 2019, khususnya di pengadilan agama di Provinsi D.I. Yogyakarta telah membawa dampak signifikan dalam meredam praktik gugatan pembatalan akad yang tidak berdasar. Meskipun demikian, interpretasi hakim tetap perlu mempertimbangkan aspek keadilan substantif dengan mempertimbangkan keunikan dari setiap kasus. 

Di samping untuk keperluan penelitian, kegiatan FGD ini selaras dengan beberapa tujuan dalam Sustainable Development Goals (SDGs), antara lain Poin 16 tentang perdamaian, keadilan, dan kelembagaan yang tangguh dengan meningkatkan efektivitas sistem peradilan agama melalui diskusi kritis atas kebijakan hukum. Poin 4 tentang Pendidikan Berkualitas dengan menghadirkan ruang akademik untuk pengembangan riset hukum dan pemahaman mendalam terhadap regulasi, serta Poin 17 tentang Kemitraan untuk mencapai Tujuan melalui kolaborasi antara akademisi dan lembaga peradilan. 

Penulis: Farihaini (Asisten Peneliti dengan NIM 22/492660/HK/23126)

TAGS :  

Latest News

Fakultas Hukum UGM Jalin Sinergi dengan Orang Tua Mahasiswa Baru demi Pendidikan Berkualitas dan Berkelanjutan

Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (FH UGM) menggelar kegiatan “Temu Orang Tua Mahasiswa Baru” sebagai bagian dari rangkaian penyambutan mahasiswa program sarjana tahun ajaran 2025/2026. …

Delegasi Fakultas Hukum UGM Raih Juara 1 Lomba Karya Tulis Ilmiah Nasional LLF  2025

Prestasi membanggakan kembali diraih oleh mahasiswa Fakultas  Hukum Universitas Gadjah Mada (FH UGM) dalam ajang nasional bergengsi. Delegasi UGM yang  terdiri dari Akbar Dwi Febrian, …

Disertasi Doktor FH UGM Tawarkan Perspektif Baru atas Vote Buying sebagai Korupsi

Kamis, 31 Juli 2025, Gaza Carumna Iskadrenda, S.H., M.H., resmi meraih gelar doktor setelah berhasil mempertahankan disertasinya yang berjudul “Rekonstruksi Pengaturan Pembelian Suara (Vote Buying) …

Scroll to Top