Direktorat Pembinaan Jaringan Kerja Antar Komisi dan Instansi (PJKAKI) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bekerja sama dengan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) untuk mengadakan acara bertajuk “Diseminasi Hasil Kegiatan Multilateral dalam Penerapan United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) di Indonesia” pada Selasa, 22 Oktober 2019 lalu. Diseminasi ini diadakan dengan tujuan untuk menyebarkan informasi penting terkait pemberantasan korupsi yang diperoleh dari forum-forum multilateral.
Diseminasi dibuka dengan sambutan dari Dekan Fakultas Hukum UGM, Prof. Dr. Sigit Riyanto, S.H., LL.M dan sambutan dari Direktur Pembinaan Jaringan Kerja Antar Komisi dan Instansi KPK, Sujanarko. Adapun materi diseminasi disampaikan secara bergantian oleh Prof. Sigit Riyanto S.H., LL.M. selaku dosen Hukum Internasional di Fakultas Hukum UGM, Yunizar Adiputera, S.IP., MA selaku dosen Hubungan Internasional di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIPOL) UGM, Sujanarko selaku Direktur Pembinaan Jaringan Kerja Antar Komisi dan Instansi KPK, serta Dadang Trisasongko selaku Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia (TII).
Prof. Sigit dalam paparannya menekankan bahwa korupsi merupakan masalah global. Mengutip poin-poin dari World Economic Forum & World Bank, beliau mengatakan bahwa korpsi menambah biaya bisnis sebanyak 10%, bahkan dalam sektor tertentu untuk pengadaan barang dapat menghabiskan 25%. Negara yang tidak mampu mengurangi korupsi akan mengalami perlambatan dalam pertumbuhan nasionalnya. Prof. Sigit berpendapat bahwa tindakan prevention perlu untuk diperhatikan, sehingga perlu adanya orchestral actions. Poinnya adalah cara meningkatkan kesadaran (awareness), yaitu dengan hukum dan dukungan publik.
Yunizar dalam paparannya lebih menekankan pada politik internasional. Beliau menekankan bahwa kerja sama multilateral penting sebab korupsi adalah masalah trans-nasional, karena dapat melampaui batas negara. Selain itu, ada variasi praktik dalam kerja sama multilateral, yaitu dalam bentuk pertukaran ide, pengalaman, dan praktik-praktik lain sehingga negara dapat belajar dari satu sama lain. Yang terakhir menurut beliau adalah lingkungan internasional yang anarki, di mana kerja sama multilateral menjadi platform untuk menyepakati aturan main bersama dan penyelesaian sengketa dengan damai.
Sujanarko mengatakan bahwa banyak orang menganggap KPK telah sukses menangkap koruptor. Padahal, menurutnya, KPK hanya menangkap wakil koruptor, sementara dalang atau ketuanya tidak tertangkap. Hal tersebut disebabkan karena dalang koruptor sering kali tidak memiliki jejak sama sekali, padahal dia adalah penikmat korupsi. Beliau menyoroti fakta bahwa Indonesia belum mengikuti UNCAC tentang aturan penikmat korupsi, walaupun sudah ada Perpres yang mengatur. Selain itu, belaiu juga menekankan pentingnya independensi KPK, karena apabila KPK tidak independen, KPK tidak akan bisa menyelesaikan korupsi dengan baik.
Dadang Trisasongko menekankan pada pentingnya suatu lembaga pemberantas korupsi, dalam hal ini KPK. Menurutnya, bahkan di negara terbersih sekalipun masih perlu adanya KPK. Beliau mengatakan bahwa seharusnya pemerintah dapat menggunakan UNCAC sebagai political currency dan masyarakat dapat menggunakan UNCAC sebagai tolak ukur baru.
Diseminasi tersebut kemudian ditutup dengan sesi tanya jawab dan pemberian kenang-kenangan untuk para pembicara.