Forum Kajian dan Penelitian Hukum (FKPH) Fakultas Hukum Universitas Brawijaya bekerjasama dengan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia mengadakan Constitutional Law Festival dengan mengambil tajuk “Quo Vadis Pengakuan Masyarakat Hukum adat dalam Konstitusi Sosial di Era Pluralisme Hukum Indonesia”. Acara tersebut dilaksanakan pada hari Jum’at, 7 Oktober 2016 – Senin, 10 Oktober 2016 lalu, bertempat di Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Malang. Terdapat tiga kompetisi yang dilaksanakan dalam kegiatan tersebut; 1. Kompetisi Artikel Ilmiah (KAI) Mahasiswa Piala Bergilir Prof. Abdul Mukhtie Fadjar yang diikuti oleh 10 finalis yaitu Fakultas Hukum Universitas Sumatra Utara, Universitas Indonesia, Universitas Pancasila, Universitas Padjajaran, Universitas Diponegoro, Universitas Gadjah Mada dan Universitas Islam Indonesia; 2. Kompetisi Perancangan Undang-Undang (KPUU) Piala Bergilir Prof. Achmad Sodiki yang diikuti oleh 5 finalis yaitu Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Universitas Diponegoro, Universitas Negeri Sebelas Maret dan Universitas Islam Indonesia; dan 3. Legal Case Discussion yang diikuti oleh 10 finalis KAI dan 5 finalis KPUU.
Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (FH UGM) melalui Departemen Hukum Adatnya mengirimkan 2 delegasi dalam KAI di bawah bimbingan Tody Sasmitha Jiwa Utama, S.H., LL.M.. Delegasi tersebut terdiri dari; 1) Tim Dewi Sri yang beranggotakan Almonika Cindy Fatika Sari dan I Wayan Robi Suryana denga artikel ilmiah berjudul “Free, Prior and Inform Consent (FPIC) sebagai Instrumen untuk Melindungi Hak Masyarakat Hukum Adat atas Wilayah Adat” , 2) Tim Sadewa yang beranggotakan Nathanael Evander Ginting dan Nikko Banta Maliala dengan artikel ilmiah berjudul “Pembentukan Unit Registrasi Tanah Ulayat dalam Badan Pertanahan Nasional dalam Rangka Perlindungan Hak-Hak Masyarakat Hukum Adat”. Dua tim tersebut lolos semi final dan menjadi bagian dari 10 finalis yang diundang untuk mempresentasikan ide dan gagasannya dihadapan dewan juri.
Akhirnya setelah melewati tahap presentasi, Tim Dewi Sri dinyatakan sebagai juara 1 kategori KAI sekaligus dapat membawa pulang Piala Bergilir Prof. Abdul Mukhtie Fadjar. Kemenangan tersebut bukanlah milik delegasi Dewi Sri saja apalagi semata-mata selesai sampai pengakuan dalam bentuk juara. Dua delegasi yang dikirim oleh Departemen Hukum Adat FH UGM sejak awal sudah berkomitmen untuk tetap mengembangkan dan mempublikasikan artikel ilmiah masing-masing supaya dapat diketahui dan diimplementasikan oleh seluruh pihak sehingga bermanfaat untuk penguatan Masyarakat Hukum Adat di Indonesia. FPIC dapat dijadikan sebagai cara preventif terjadinya konflik agraria maupun pengabaian terhadap hak-hak Masyarakat Hukum Adat. Prior informed yang artinya adalah adanya kewajiban bagi pihak luar untuk mensosialisasikan terlebih dahulu apapun kegiatan atau proyek yang akan dilaksanakan di dalam wilayah adat atau berdekatan dengan wilayah adat. Setelah itu free consent yaitu pengambilan keputusan secara bebas dan mandiri yang dilakukan oleh seluruh Masyarakat Hukum Adat untuk menerima atau menolak proyek tersebut. FPIC sangat penting untuk dituangkan dalam Peraturan Perundang-undangan sebagai upaya penguatan kedudukan Masyarakat Hukum Adat atas wilayah adatnya.