Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada melalui Program Studi Magister Ilmu Hukum menyelenggarakan Kuliah Tamu bertema “Hukum dan Politik dalam Perspektif Multidisipliner”. Kegiatan ini dilaksanakan Jumat (24/10/2025), bertempat di Ruang III.1.1 Fakultas Hukum UGM. Kegiatan ini menghadirkan Willy Aditya, Ketua Komisi XIII DPR RI, sebagai narasumber dan dimoderatori oleh Dr. Sri Wiyanti Eddyono, S.H., LL.M. (HR), Ph.D.. Kegiatan ini diikuti oleh seluruh mahasiswa pengambil mata kuliah Hukum dan Politik dari Magister Ilmu Hukum, dan mahasiswa pengambil mata kuliah Law and Politic dari kelas internasional LLM (Master in Law).
Dalam kuliah tersebut, Willy Aditya membahas secara komprehensif tentang politik hukum dalam pembentukan undang-undang di parlemen. Ia menegaskan bahwa hukum tidak dapat dipahami semata sebagai teks normatif, tetapi juga sebagai proses sosial dan politik yang mencerminkan konfigurasi kekuasaan di parlemen. Menurutnya, “Karakter suatu undang-undang ditentukan oleh konteks politik yang melingkupinya, semakin demokratis konfigurasinya, semakin responsif hukum yang dihasilkan.” Willy juga menyoroti pentingnya partisipasi bermakna (meaningful participation) dalam setiap proses legislasi agar hukum yang lahir benar-benar merepresentasikan aspirasi publik.
Selain itu, Willy juga menguraikan perbedaan antara konsep Rechtstaat dan Rule of Law serta menegaskan bahwa Indonesia menganut negara hukum Pancasila yang bersifat progresif, humanistik, dan berorientasi pada nilai keadilan sosial. Ia menekankan bahwa arah pembentukan hukum nasional harus berpijak pada nilai kemanusiaan dan keadilan substantif sebagaimana ditekankan oleh pemikir hukum seperti Mahfud MD dan Sudjito. Pendekatan Critical Legal Studies (CLS) turut diperkenalkan untuk mengkritik netralitas hukum dan menegaskan bahwa hukum sering kali menjadi instrumen kekuasaan, sehingga perlu diarahkan untuk berpihak pada kelompok rentan dan menjamin kesetaraan sosial.
Dalam sesi tanya jawab, peserta mengangkat berbagai isu aktual seperti dinamika pembahasan RUU Masyarakat Hukum Adat, RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual, dan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga. Willy Aditya mencontohkan bahwa keterlambatan sejumlah RUU sering kali disebabkan oleh hambatan politik atau belum adanya Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) dari pemerintah. Namun, ia menegaskan bahwa DPR terus berupaya memperkuat transparansi dan partisipasi publik melalui forum-forum diskusi dan FGD. Willy juga menekankan pentingnya media sebagai pilar demokrasi keempat yang berperan dalam membangun kesadaran hukum dan kontrol sosial terhadap proses legislasi.
Kegiatan kuliah tamu ini menjadi ruang penting bagi mahasiswa untuk memahami keterkaitan erat antara hukum, politik, dan masyarakat. Dari sudut pandang Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), kegiatan ini berkontribusi pada SDG 4 (Pendidikan Berkualitas) melalui peningkatan mutu pembelajaran hukum berbasis multidisipliner; SDG 16 (Perdamaian, Keadilan, dan Kelembagaan yang Tangguh) dengan mendorong tata kelola hukum yang partisipatif dan transparan; serta SDG 17 (Kemitraan untuk Mencapai Tujuan) melalui kolaborasi antara akademisi dan pembuat kebijakan dalam memperkuat legislasi berbasis ilmu pengetahuan (evidence-based lawmaking).
Dengan terselenggaranya kegiatan ini, Fakultas Hukum UGM menegaskan komitmennya untuk terus mengembangkan pendidikan hukum yang kritis, kontekstual, dan berorientasi pada keadilan sosial. Melalui dialog antara akademisi dan praktisi politik, mahasiswa diharapkan mampu menjadi sarjana hukum yang tidak hanya memahami aspek normatif, tetapi juga memiliki sensitivitas terhadap dinamika kekuasaan dan tanggung jawab moral dalam membangun sistem hukum yang adil dan inklusif.
Penulis: Program Studi Magister Ilmu Hukum UGM




