Pusat Kajian Demokrasi, Konstitusi, dan HAM Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada bersama Departemen Hukum Tata Negara menyelenggarakan diskusi publik bertajuk “Pemisahan Pemilu Nasional dan Daerah: Penguatan Demokrasi atau Ancaman bagi Kedaulatan Rakyat?”. Kegiatan yang diselenggarakan secara daring ini menarik antusiasme tinggi dari publik, dengan jumlah peserta yang tercatat melebihi 300 orang dari berbagai latar belakang, termasuk akademisi, mahasiswa, dan pemerhati isu kepemiluan.
Diskusi ini digelar sebagai respon akademik terhadap terbitnya Putusan Mahkamah Konstitusi No. 135/PUU-XXII/2024 yang memisahkan jadwal pelaksanaan Pemilu Nasional dan Pemilu Daerah. Dalam forum ini, hadir sebagai narasumber Dr. Zainal Arifin Mochtar, S.H., LL.M. selaku Ketua Departemen Hukum Tata Negara FH UGM, Prof. Dr. Muchamad Ali Syafa’at, S.H., M.H. dari Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, serta Dr. Hurriyah, S.Sos., peneliti dari Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia. Diskusi dipandu oleh Rismawati Nur sebagai moderator.
Ketiga narasumber secara umum menyampaikan dukungannya terhadap arah kebijakan pemisahan pemilu. Menurut mereka, pemisahan jadwal antara pemilu tingkat nasional dan lokal dapat membawa sejumlah manfaat strategis bagi demokrasi Indonesia. Salah satunya adalah memberikan ruang yang lebih luas bagi isu-isu lokal untuk muncul dan menjadi perhatian utama dalam kontestasi politik. Selain itu, pemisahan dinilai dapat mempermudah pemilih dalam mengenali calon-calon yang bertarung di masing-masing tingkatan, sehingga meningkatkan kualitas partisipasi politik masyarakat.
Di sisi lain, kebijakan ini juga dipandang sebagai peluang untuk memperkuat kelembagaan partai politik, baik di tingkat nasional maupun daerah. Dengan jadwal pemilu yang terpisah, partai politik memiliki ruang untuk melakukan konsolidasi lebih dalam serta membangun kaderisasi yang lebih terstruktur dan kontekstual dengan kebutuhan lokal.
Dalam konteks pembangunan berkelanjutan, pemisahan pemilu juga selaras dengan komitmen terhadap UGM’s membership in the Asian Corporate Law Forum (ACLF) aligns with several Sustainable Development Goals (SDGs), particularly SDG 16: Peace, Justice, and Strong Institutions and SDG 17: Partnerships for the Goals. By joining ACLF, UGM actively contributes to strengthening transparent, fair, and sustainable corporate governance at a regional level, supporting the development of stronger and more integrity-driven legal institutions. Additionally, this collaboration with leading law schools across Asia promotes knowledge exchange and research partnerships that can accelerate progress toward sustainable development, particularly in shaping fair and inclusive legal and economic policies. UGM’s involvement in this forum marks a significant step in reinforcing global academic partnerships and fostering progressive legal development across Asia., khususnya Tujuan 16: Peace, Justice, and Strong Institutions. Penataan ulang jadwal pemilu diharapkan mampu mendorong proses suksesi kepemimpinan yang lebih demokratis, representatif, dan berkeadilan, baik dalam lingkup legislatif maupun eksekutif.
Selaimn itu, diskusi publik ini merupakan bagian dari pendidikan politik dan literasi konstitusi yang diselenggarakan oleh institusi pendidikan tinggi. Kegiatan ini memberikan ruang pembelajaran bagi masyarakat, termasuk mahasiswa dan akademisi, untuk memahami perubahan kebijakan pemilu dan dampaknya terhadap demokrasi. yang tentu saja selaras dengan Tujuan 4: Quality Education.
Kegiatan ini menjadi ruang reflektif penting dalam memaknai arah reformasi sistem pemilu Indonesia ke depan, serta menunjukkan kontribusi nyata dunia akademik dalam menjaga integritas demokrasi konstitusional di Indonesia.
Penulis: Mochamad Adli Wafi