Bambang Kesowo: Pentingnya Aspek Sos-Pol dalam Perkembangan HAKI

img_6549
“Pada umumnya, lembaga pendidikan saat ini lebih memprioritaskan pembahasan Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) dari segi prinsip dan pengaturannya dalam undang-undang. Padahal, segi filosofis juga menjadi hal yang tidak dapat dikesampingkan”, ucap Dr. Bambang Kesowo, SH, LL.M. Hal tersebut yang melatarbelakangi diselenggarakannya short-course HAKI di gedung 3.1.1 Fakultas Hukum (FH) Universitas Gadjah Mada (UGM) pada Sabtu (24/9).

Mantan Menteri Sekretaris Negara tersebut menjelaskan mengenai beberapa aspek yang terkandung dalam HAKI. Aspek yang dimaksud adalah aspek moral, ekonomi, sosial, politik, dan hukum. Menurutnya, aspek sosial dan politik sering dilupakan dalam pembelajaran HAKI di perguruan tinggi Indonesia saat ini. Seharusnya, kedua aspek itu sama pentingnya dengan aspek moral, ekonomi, dan hukum yang sering menjadi pembahasan.

“Orang yang telah menciptakan sesuatu dengan jerih payahnya layak untuk diakui sebagai penemu dan layak mendapat kehormatan”, jelas lulusan Havard University School of Law itu ketika mendefinisikan aspek moral. Lain halnya dengan aspek ekonomi yang memperhatikan hak pencipta dalam mengambil manfaat ekonomi atas penemuannya. Kedua aspek ini merupakan hal yang mendasar dalam konsep HAKI. Sedangkan, aspek sosial membawa manusia pada harkat dan martabat yang lebih tinggi dan memperkaya peradabannya. Selain itu, penemuan HAKI dalam aspek ini juga memicu individu lain untuk menghadirkan karya intelektual yang lebih beragam. Dari aspek politik, kehidupan antar bangsa yang tanpa batas melatarbelakangi suatu negara menjalin kerja sama dengan negara lain dalam bidang perniagaan. Kemudian, aspek hukum hadir secara otomatis dalam menciptakan beberapa pengaturan sebagai fungsi pengawasan. Pengaturan tersebut berupa pengaturan dalam hal kepemilikan, pemanfaatan, pengalihan, dan perlindungan terhadap pemilik HAKI.

Pengaturan mengenai HAKI tidak hanya diatur dalam hukum nasional melainkan juga internasional, seperti World Intellectual Property Organization (WIPO) dan General Agreement on Tariffs and Trade (GATT). Hadirnya kedua hukum itu mengakibatkan perbedaan sudut pandang dalam memaknai hak eksklusif. Menurut hukum nasional, hak tersebut merupakan hak untuk menikmati sendiri karya ciptaannya. Sedangkan menurut hukum internasional, hak eksklusif itu mengecualikan orang lain untuk menggunakan HAKI tanpa izin pencipta.

Diakhir sesi, alumni FH UGM tersebut berpesan agar mahasiswa tidak hanya mempelajari suatu hal dari rantingnya melainkan juga akar permasalahan. Hal tersebut dikarenakan akar permasalahan itu merupakan dasar filosofis untuk mencapai suatu tujuan tertentu. (Fitri/Adik)

TAGS :  

Latest News

FH UGM dan RRI Siarkan Edukasi Publik tentang Hak Kekayaan Intelektual untuk Dukung Pelaku Kreatif

Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (FH UGM), melalui Pusat Konsultasi dan Bantuan Hukum (PKBH) UGM , bersama Radio Republik Indonesia (RRI) Pro2 102.5FM sukses menyelenggarakan …

Mahasiswa UGM Raih Juara 1 Kompetisi Legislative Drafting Fasih Law Fair 2025, Angkat Isu Regulasi AI

Delegasi mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) meraih prestasi gemilang dalam ajang Legislative Drafting Competition Fasih Law Fair 2025 yang diselenggarakan oleh Fakultas Hukum UIN Sayyid …

Prof. Mailinda Eka Yuniza Kukuhkan Diri sebagai Guru Besar FH UGM, Soroti Strategi Hukum Pensiun Dini PLTU dalam Transisi Energi

Dosen Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof. Dr. Mailinda Eka Yuniza, S.H., LL.M., resmi dikukuhkan sebagai Guru Besar dalam bidang Hukum di Balai Senat …

Scroll to Top