Dr. Destri Budi Nugraheni, S.H., M.S.I. bersama TVRI Yogyakarta dan PKBH UGM menyelenggarakan penyuluhan hukum, Rabu (2/7/2025). Mahasiswa, baik dari Fakultas Hukum UGM ataupun dari luar Fakultas Hukum UGM turut hadir mengikuti penyuluhan hukum yang dilaksanakan di Studio 1 TVRI. Penyuluhan hukum tersebut bertajuk “Wasiat dan Wasiat Wajibah: Antara Solusi dan Potensi Permasalahan Hukum dalam Kaitannya dengan Pembagian Harta Warisan”. Hadir sebagai narasumber adalah Diana Hexa Dewi, S.H. seorang notaris/PPAT, Reshandi Ade Zein, S.H. selaku hakim di Pengadilan Agama Praya, dan juga Dr. Destri Budi Nugraheni, S.H., M.S.I. selaku akademisi dari Departemen Hukum Islam Fakultas Hukum UGM, sekaligus penerima Hibah.
Dalam penyuluhan hukum ini, Dr. Destri memaparkan pengertian dari wasiat dan wasiat wajibah, juga perbedaan antara keduanya kepada para penonton. Dijelaskan pula mengenai pihak-pihak yang dapat menerima wasiat wajibah, yaitu kerabat berbeda agama, anak angkat, dan anak tiri dengan besaran wasiat wajibah tidak lebih dari ⅓ harta waris. Hal tersebut berimplikasi bahwa apabila wasiat yang ditinggalkan pewasiat melebihi ⅓ harta waris maka yang dapat diterima oleh penerima wasiat hanyalah ⅓ saja, tidak dapat melebihi ketentuan tersebut. Diana menambahkan bahwa apabila akta wasiat tersebut dibuat, kemudian pada saat pewasiat meninggal dunia terdapat perubahan harta waris maka penghitungan batas maksimal yang dapat diterima orang yang menerima wasiat adalah ⅓ dari harta pada saat pewasiat meninggal dunia, bukan harta pada saat wasiat dibuat.
Diana juga menerangkan mengenai jenis-jenis wasiat, yaitu akta wasiat notariil, wasiat di bawah tangan yang dibuat tidak di hadapan notaris, dan wasiat secara lisan. Ia menyarankan agar apabila membuat wasiat, sebaiknya dilakukan di hadapan notaris dengan membawa minimal dua orang saksi karena akta notariil memiliki kekuatan pembuktian sempurna apabila terjadi sengketa di kemudian hari. Seorang notaris memiliki kewajiban untuk melakukan penyuluhan hukum kepada para penghadap yang ingin membuat akta wasiat sehingga apabila para penghadap ingin membuat akta wasiat, notaris akan memberitahukan apa saja hal-hal yang penting untuk diketahui, misalnya apakah sudah mendapat persetujuan dari ahli waris yang lain, dan penghitungan jumlah wasiat yang diberikan untuk mencegah sengketa di kemudian hari. Dr. Destri menambahkan bahwa wasiat harus didahulukan dari pembagian waris sehingga sebelum harta waris dibagikan, wasiat tersebut harus sudah dilaksanakan terlebih dahulu.

Menurut Reshandi potensi sengketa yang terjadi karena wasiat sangat beragam dalam praktiknya. Beberapa di antaranya adalah gugatan karena ahli waris merasa tidak dilibatkan pada saat pembuatan wasiat, penerima wasiat juga merupakan ahli waris, jumlah wasiat melebihi ⅓ harta waris, dan pada saat turun waris wasiat tidak dibagi terlebih dahulu. Meskipun demikian, wasiat wajibah juga tidak harus melalui jalur sengketa dengan gugatan di pengadilan, melainkan dapat pula melalui jalur permohonan. Biasanya, para ahli waris memahami bahwa anak angkat, dapat mendapatkan wasiat wajibah. Oleh karena itu, para ahli waris bersama-sama mengajukan permohonan agar anak angkat dapat diberikan wasiat wajibah. Sebagai penutup, Dr. Destri menyampaikan bahwa wasiat wajibah memiliki keunggulan daripada wasiat biasa karena wasiat wajibah dapat menjadi solusi dengan memberikan perlindungan hukum pada kerabat yang berbeda agama, anak tiri, dan anak angkat.
Penyuluhan hukum ini juga sejalan dengan komitmen untuk mendukung pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs). Topik wasiat dan wasiat wajibah berkaitan erat dengan tujuan ke-16 SDGs, yaitu mendorong terwujudnya keadilan, perdamaian, dan kelembagaan yang tangguh, melalui peningkatan pemahaman hukum dan pencegahan potensi sengketa. Selain itu, kegiatan ini berkontribusi pada tujuan ke-4 mengenai pendidikan berkualitas, karena memberikan ruang pembelajaran hukum praktis bagi mahasiswa dan masyarakat luas. Dengan demikian, penyuluhan ini tidak hanya memperkuat literasi hukum, tetapi juga mendorong terwujudnya masyarakat yang adil, harmonis, dan berdaya hukum.
Penulis: Dr. Destri Budi Nugraheni, S.H., M.S.I. (Dosen Departemen Hukum Islam)




