Ujian Terbuka, Siti Kunarti Paparkan Pengadilan Hubungan Industrial

IMG_1793

Kehadiran UU Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial memberi harapan terciptanya lembaga penyelesaian perselisihan yang bisa memelihara hubungan industrial yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan. UU tersebut menggantikan UU Nomor 22 tahun 1957 tantang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan yang sudah tidak dapat mengikuti perkembangan masyarakat industrial.

Salah satu cara penyelesaian permasalahan industrial dalam UU Nomor 2 Tahun adalah melalui Pengadilan Hubungan Industrial (PHI). Namun, hingga saat ini, keberadaan PHI masih menuai kritik. Keberadaan PHI yang tidak dekat dengan masyarakat menjadikan waktu dan biaya sebagai permasalahan utama.

Tidak setiap kabupaten memiliki PHI sehingga masyarakat harus ke provinsi. Ketika para pihak tidak puas dengan putusan PHI, harus mengajukan kasasi ke MA yang artinya para pihak kembali membutuhkan waktu untuk mendapatkan putusan. Sayangnya tidak setiap putusan bisa dilaksanakan karena tidak memiliki kekuatan mengikat secara sosiologis.

“Mereka (pekerja buruh) menginginkan penyelesaian cepat. Tetapi melalui PHI justru semakin lama,” ujar Siti Kunarti, S.H., M.Hum. dalam Ujian Terbuka Promosi Doktor di Fakultas Hukum UGM pada Selasa (19/7).

Dosen Universitas Jenderal Soedirman ini menyimpulkan dalam desertasinya yang berjudul “Eksistensi Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) dalam Sistem Peradilan di Indonesia” bahwa PHI sudah tidak diperlukan lagi karena sudah tidak sesuai dengan filosofi pembentukannya. Ia mengatakan bahwa penyelesaian perselisihan hubungan industrial cukup dilakukan secara di luar pengadilan melalui bipartit, mediasi, konsiliasi, dan arbitrase. Melalui penyelesaian non litigasi tersebut, diharapkan dapat menghasilkan kesepakatan win-win solution.

Namun demikian, keberadaan PHI bukan suatu yang sia-sia. PHI bagi masyarakat industrial dapat menjadi jalan penyelesaian perselisihan terakhir apabila upaya non litigasi tidak terpenuhi. “ Akan tetapi apa yang diharapkan peker, buruh, atau masyarakat industrial termasuk dalam hal ini adalah pengusaha, ternyata belum optimal,” pungkas wanita yang meraih gelar doktor dengan predikat Sangat Memuaskan itu. (Lita)

TAGS :  

Berita Terbaru

Magister Ilmu Hukum UGM Gelar Lokakarya Pengembangan Kurikulum untuk Hadapi Tantangan Dunia Hukum Modern

Prodi Magister Ilmu Hukum Universitas Gadjah Mada sukses menggelar kegiatan lokakarya evaluasi dan pengembangan kurikulum pada Kamis (12/12/2024), bertempat di Hotel Alana Palagan. Kegiatan yang …

Delegasi FPPH Palapa FH UGM Raih Juara 3 di Kompetisi Hukum Nasional UII Law Fair VI 2024

Delegasi FPPH Palapa kembali menorehkan prestasi. Kelompok Raden Ajeng Kartini yang diketuai oleh Dhea Praja Gupta dengan beranggotakan Eva Selvia Putri Arlista dan Ghefira Mustika …

Departemen Hukum Perdata UGM Gelar Workshop untuk Tingkatkan Kualitas Pendidikan Hukum

Minggu (1/12/2024) hingga Senin (2/12/2024), Departemen Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada menyelenggarakan workshop berjudul “Evaluasi, Pembaruan Materi, dan Metoda Pembelajaran Mata Kuliah Wajib …

Prodi Magister Ilmu Hukum Universitas Gadjah Mada sukses menggelar kegiatan lokakarya evaluasi dan pengembangan kurikulum pada Kamis (12/12/2024), bertempat di Hotel Alana …

Delegasi FPPH Palapa kembali menorehkan prestasi. Kelompok Raden Ajeng Kartini yang diketuai oleh Dhea Praja Gupta dengan beranggotakan Eva Selvia Putri Arlista …

Minggu (1/12/2024) hingga Senin (2/12/2024), Departemen Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada menyelenggarakan workshop berjudul “Evaluasi, Pembaruan Materi, dan Metoda Pembelajaran …

Dua mahasiswa dari Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (FH UGM), Chikita Handriana dan Muhammad Razaq, meraih prestasi luar biasa dengan mendapatkan Juara …

Scroll to Top