Mahasiswa Program Magister Hukum Bisnis dan Kenegaraan (MHBK), Fakultas Hukum, Universitas Gadjah Mada (UGM), menyelenggarakan siaran penyuluhan hukum bertajuk “Mengenal Hak-Hak Narapidana: Suara di Balik Jeruji”. Kegiatan ini dilaksanakan pada hari Rabu (18/6/2025), melalui siaran langsung Radio Republik Indonesia (RRI) Yogyakarta. Acara tersebut merupakan bentuk kolaborasi antara mahasiswa MHBK UGM, Pusat Konsultasi dan Bantuan Hukum (PKBH) Fakultas Hukum UGM, serta pihak Radio RRI Yogyakarta. Siaran ini bertujuan memberikan edukasi hukum kepada masyarakat, khususnya terkait isu pemenuhan hak narapidana sebagai bagian dari perlindungan hak asasi manusia.
Dalam kegiatan tersebut, hadir dua narasumber utama dari Program Magister Hukum Bisnis dan Kenegaraan FH UGM, yakni Sena Putri Safitri dan Raudhatul Jannah. Keduanya menyampaikan perspektif hukum dan kemanusiaan yang mendalam mengenai hak-hak narapidana yang kerap terabaikan dalam sistem pemasyarakatan. Diskusi ini menjadi penting sebagai bagian dari kampanye edukatif yang membangun kesadaran publik akan pentingnya perlakuan yang adil dan bermartabat terhadap seluruh warga negara, termasuk mereka yang sedang menjalani masa pidana. RRI Yogyakarta, sebagai media publik, turut ambil bagian aktif dalam menyuarakan isu-isu penegakan hukum dengan pendekatan humanis.
Dalam penjelasannya, Sena menegaskan bahwa keberadaan narapidana sebagai pelaku tindak pidana tidak serta-merta menghapuskan hak dasarnya sebagai manusia. Ia menekankan pentingnya menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dalam pelaksanaan sistem pemasyarakatan di Indonesia. “Dalam berbagai instrumen hukum nasional maupun internasional, hak-hak dasar narapidana telah diatur untuk memastikan martabat kemanusiaan tetap dijunjung tinggi. Ini adalah bentuk penghormatan terhadap prinsip-prinsip hak asasi manusia,” ujarnya dalam siaran tersebut.
Senada dengan hal itu, Raudhatul Jannah—yang akrab disapa Nana—menyampaikan bahwa pemenuhan hak-hak narapidana merupakan elemen penting dalam sistem pemasyarakatan yang berorientasi pada reintegrasi sosial. Menurutnya, sistem yang represif tidak akan mampu menghasilkan warga binaan yang siap kembali ke masyarakat. “Jika kita telaah lebih jauh, hak narapidana meliputi hak atas perlakuan manusiawi, kesehatan dan layanan medis, pendidikan dan pembinaan, komunikasi, keadilan dalam proses hukum, hingga hak atas keamanan,” ujar Nana menjelaskan.

Lebih lanjut, Nana menyampaikan bahwa pemenuhan hak-hak dasar narapidana bukan semata mata kewajiban negara yang termuat dalam hukum positif, tetapi juga merupakan wujud nyata dari komitmen terhadap keadilan sosial. Ia menekankan pentingnya membangun kesadaran hukum masyarakat bahwa narapidana tetap memiliki hak sebagai manusia. “Kita tidak sedang membela kejahatan, melainkan menjamin bahwa sistem hukum berjalan adil dan menjunjung nilai-nilai kemanusiaan,” imbuhnya. Hal ini menunjukkan bahwa pendekatan humanis perlu menjadi prinsip utama dalam setiap kebijakan pemasyarakatan.
Melalui program siaran ini, RRI Yogyakarta berupaya menjalankan peran strategisnya sebagai media yang mendidik dan memberi ruang bagi suara-suara yang kerap terpinggirkan. Isu pemenuhan hak narapidana menjadi bagian penting dalam membentuk sistem hukum yang lebih inklusif dan berkeadilan. Publik diharapkan dapat lebih memahami bahwa hak asasi manusia berlaku universal, termasuk bagi mereka yang berada di dalam lembaga pemasyarakatan. Dengan demikian, siaran ini menjadi jembatan pengetahuan antara dunia akademik, media, dan masyarakat luas.
Kegiatan siaran penyuluhan hukum ini secara langsung mendukung pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs), khususnya SDG 16: Perdamaian, Keadilan, dan Institusi yang Kuat. Dengan mengangkat isu perlindungan hak narapidana, siaran ini menegaskan pentingnya supremasi hukum yang adil dan menghormati hak asasi manusia, termasuk bagi kelompok yang rentan dan terpinggirkan dalam sistem peradilan pidana. Selain itu, kegiatan ini juga relevan dengan SDG 4: Pendidikan Berkualitas, karena memperkuat literasi hukum publik melalui pendekatan edukatif yang inklusif. Melalui kolaborasi antara institusi akademik dan media publik, siaran ini menjadi contoh nyata peran pendidikan tinggi dalam mendorong perubahan sosial, membangun kesadaran hukum, serta memperkuat institusi yang akuntabel dan responsif terhadap nilai-nilai keadilan dan kemanusiaan. Mahasiswa sebagai agen perubahan diharapkan dapat terus menjadi motor penggerak dalam upaya penegakan hukum yang bermartabat dan berpihak pada kemanusiaan.
Penulis: Raudatul Jannah (Mahasiswa MHBK Penerima Hibah Penyuluhan Hukum Mahasiswa)