Siaran Penyuluhan Hukum UGM: Waspadai Risiko Meminjamkan Sertifikat Tanah untuk Jaminan Utang

Pusat Konsultasi dan Bantuan Hukum (PKBH) Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (FH UGM) berkolaborasi dengan Program Studi Magister Kenotariatan FH UGM dan Radio Republik Indonesia (RRI) Yogyakarta menyelenggarakan kegiatan penyuluhan hukum dengan tema: “Mengenal Risiko Hukum Terhadap Sertifikat Hak Atas Tanah Yang Dimanfaatkan Oleh Pihak Lain sebagai Jaminan Hak Tanggungan”. Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan risiko hukum yang akan terjadi ketika mereka akan meminjamkan sertipikat hak atas tanah kepada orang lain untuk dijaminkan.

Kegiatan ini disiarkan langsung dari Studio RRI Pro 2 Yogyakarta pada Rabu (02/07/2025) mulai pukul 12.00 hingga 12.30 WIB. Dalam sesi ini hadir 2 narasumber, Mustofa, S.H., Notaris/PPAT sekaligus Dosen Pengajar Akta Tanah di Prodi Magister Kenotariatan FH UGM, dan Liand Maulidina, S.H., Mahasiswi Prodi Magister Kenotariatan FH UGM.

Penyuluhan Hukum ini berangkat dari keresahan mahasiswa terkait praktik pinjam-meminjam sertifikat yang masih banyak terjadi, terutama bagi masyarakat dalam kondisi rentan. Narasumber memaparkan, dalam praktiknya, biasanya seseorang memanfaatkan kedekatan hubungan kekeluargaan, pertemanan, atau kepercayaan pribadi untuk meminjam sertifikat tanah orang lain untuk dijadikan jaminan dalam perjanjian kredit, didasarkan pada empati tanpa pengetahuan akan risiko hukum yang menyertainya. Permasalahan mulai timbul ketika debitur yang meminjam sertifikat hak atas tanah orang lain melakukan wanprestasi. Walaupun secara hukum tidak dilarang, praktik ini sering kali menimbulkan akibat hukum yang merugikan pemilik sertifikat hak atas tanah yang tidak mengetahui proses pembebanan atas jaminan tersebut.

Melihat efek domino ketika masyarakat meminjamkan sertifikatnya kepada orang lain untuk dijaminkan, lain bukan hanya sebatas pada kerugian materiil semata, tetapi juga ancaman terhadap keberlangsungan hidup. Masyarakat akan kehilangan hak atas tanahnya ketika meminjamkan sertifikatnya kepada orang lain untuk dijaminkan. Hal ini terjadi ketika debitur gagal melaksanakan kewajiban dalam melakukan pembayaran utang, kreditur akan melakukan lelang terhadap objek jaminan. Lebih lanjut, Narasumber menyatakan tidak ada jalan keluar bagi pemilik sertifikat ketika objek jaminannya akan dieksekusi, yang bisa dilakukan adalah meminta penundaan kewajiban dalam pembayaran utang, sehingga proses lelang dapat ditunda. Maka dari itu edukasi mengenai larangan meminjamkan sertifikat tanah untuk dijadikan jaminan HT sangat penting untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dalam mengenali risiko, akibat hukum dan mencegah penyalahgunaan yang dapat merugikan pemilik sertifikat hak atas tanah.

Selanjutnya, besar harapan kami kepada masyarakat untuk lebih berhati-hati, senantiasa melihat dengan jeli berbagai macam modus-modus peminjaman sertifikat hak atas tanah oleh orang lain. Sehingga ke depannya tidak ada lagi masyarakat kehilangan hak atas tanahnya karena kecerobohan dan kurangnya pengetahuan mereka akan risiko hukum ketika meminjamkan sertfikat hak atas tanahnya kepada orang lain. Pemahaman secara kolektif mengenai larangan meminjamkan sertifikat hak atas tanah kepada orang lain akan mencegah risiko hukum seperti kehilangan hak atas tanah, sengketa agraria, tanah terlantar dan lain sebagainya.

Foto bersama Narasumber bersama Tim Penyuluhan Hukum Magister Kenotariatan dan penyiar RRI Yogyakarta

Tentu ini sejalan dengan target pada poin ke-1 Sustainable Development Goals yaitu tanpa kemiskinan, yang menekankan kepada perlindungan masyarakat rentan, untuk memastikan bahwa semua orang terutama yang rentan dapat mengakses layanan dasar dan perlindungan sosial. Oleh karena itu, diperlukan pemahaman yang merata di seluruh elemen masyarakat dan pengenalan risiko hukum terkhusus pada masyarakat rentan terkait pentingnya menjaga sertifikat tanahnya.

Kegiatan penyuluhan hukum ini juga berkontribusi pada pencapaian Sustainable Development Goals poin 16, yakni membangun masyarakat yang damai dan inklusif untuk pembangunan berkelanjutan dengan menyediakan akses terhadap keadilan bagi semua dan membangun institusi yang efektif, akuntabel, dan inklusif di semua tingkatan. Melalui pemahaman hukum yang lebih baik, masyarakat diharapkan dapat terhindar dari potensi konflik hukum dan pelanggaran hak atas tanah, serta dapat mengakses perlindungan hukum secara adil dan setara.

Lebih dari itu, kolaborasi antara PKBH FH UGM, Program Magister Kenotariatan, dan RRI Yogyakarta merupakan wujud nyata dari implementasi SDG 17 yang menekankan pentingnya kemitraan multi-pihak dalam mencapai pembangunan berkelanjutan. Sinergi antara institusi pendidikan tinggi dan media publik ini menjadi contoh strategis bagaimana penyebaran pengetahuan hukum dapat menjangkau masyarakat luas secara efektif, serta memperkuat jejaring kelembagaan dalam upaya perlindungan hak-hak masyarakat.

Penulis: Tim Penyuluhan Hukum Magister Kenotariatan Fakultas Hukum UGM
Penyunting: Humas

TAGS :  

Berita Terbaru

Fakultas Hukum UGM Dorong Produktivitas Kerja melalui Pengembangan Kapasitas SDM

Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (FH UGM) melaksanakan kegiatan pengembangan kapasitas sumber daya manusia pada 17–19 Juli 2025 di Tawangmangu, Karanganyar. Kegiatan ini diikuti oleh …

FH UGM dan RRI Siarkan Edukasi Publik tentang Hak Kekayaan Intelektual untuk Dukung Pelaku Kreatif

Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (FH UGM), melalui Pusat Konsultasi dan Bantuan Hukum (PKBH) UGM , bersama Radio Republik Indonesia (RRI) Pro2 102.5FM sukses menyelenggarakan …

Mahasiswa UGM Raih Juara 1 Kompetisi Legislative Drafting Fasih Law Fair 2025, Angkat Isu Regulasi AI

Delegasi mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) meraih prestasi gemilang dalam ajang Legislative Drafting Competition Fasih Law Fair 2025 yang diselenggarakan oleh Fakultas Hukum UIN Sayyid …

Scroll to Top