Dalam upaya memperkuat pemahaman masyarakat terhadap alternatif penyelesaian perkara di luar jalur hukum pidana konvensional, Program Pro Justicia yang disiarkan melalui TVRI Yogyakarta mengangkat tema “Restorative Justice di Daerah Istimewa Yogyakarta: Menyelesaikan Perkara Tanpa Penjara”. Siaran ini tayang pada hari Selasa (8/4/2025), dan merupakan hasil kerja sama antara TVRI Yogyakarta dan Pusat Konsultasi dan Bantuan Hukum (PKBH) Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (FH UGM), serta didukung oleh Kejaksaan Tinggi Daerah Istimewa Yogyakarta. Kegiatan ini menjadi bagian dari implementasi Tri Dharma Perguruan Tinggi, khususnya dalam aspek pengabdian kepada masyarakat, yang unggul, impactful, dan meaningful.
Siaran Pro Justicia dimulai pada pukul 15.00 WIB dengan menghadirkan narasumber dari berbagai latar belakang. Hadir sebagai pembicara Dr. Heribertus Jaka Triyana, S.H., LL.M., M.A., selaku Wakil Dekan Bidang Penelitian, Pengabdian kepada Masyarakat, dan Sistem Informasi FH UGM; Agustinus Octavianus Mangotan, S.H., M.H., selaku Asisten Tindak Pidana Umum Kejaksaan Tinggi Daerah Istimewa Yogyakarta; serta Fanny Widyastuti, S.H., M.H., yang menjabat sebagai Asisten Perdata dan Tata Usaha Negara Kejaksaan Tinggi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Melalui kegiatan ini, disampaikan bahwa restorative justice merupakan pendekatan hukum yang berfokus pada pemulihan hubungan antara pelaku, korban, dan masyarakat. Berbeda dengan pendekatan hukum pidana konvensional yang menitikberatkan pada penghukuman, restorative justice lebih mengedepankan penyelesaian masalah secara menyeluruh dan damai. Pendekatan ini melibatkan semua pihak yang terdampak, dengan tujuan menciptakan keadilan yang memulihkan, bukan sekadar membalas. Kegiatan ini juga menjadi ajang untuk menunjukkan sinergi antara lembaga pendidikan, media publik, dan aparat penegak hukum dalam mendorong sistem hukum yang lebih berkeadilan dan adaptif terhadap kebutuhan masyarakat.
Melalui penyelenggaraan kegiatan ini, diharapkan pemahaman masyarakat terhadap konsep restorative justice dapat semakin meningkat, serta mendorong terciptanya sistem penyelesaian perkara yang lebih adil, inklusif, dan berorientasi pada pemulihan. Pendekatan ini tidak hanya relevan dalam konteks penegakan hukum, tetapi juga selaras dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), khususnya poin ke-16 untuk mendukung terwujudnya masyarakat yang damai dan inklusif, memberikan akses terhadap keadilan bagi semua, serta membangun institusi yang efektif dan akuntabel di semua tingkatan. Selain itu, kegiatan ini juga menjadi bagian dari penguatan kolaborasi antara institusi pendidikan, media, dan aparat penegak hukum sebagai bentuk implementasi poin ke-17 SDGs tentang kemitraan untuk mencapai tujuan. Dengan pendekatan yang partisipatif dan edukatif seperti ini, diharapkan semangat membangun keadilan dapat tumbuh dengan skala yang lebih luas.
Penulis: Sahl Radian Setyaki (PKBH)