Peneliti Pusat Kajian Law, Gender, and Society Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (LGS FH UGM), Diantika Rindam Floranti, S.H., LL.M, memaparkan hasil penelitian mengenai konsep consent dalam delik pidana perkosaan dalam workshop dan konferens SHAPE-SEA di Malaysia. Kegiatan tersebut dilaksanakan pada Senin (12/8/2024) hingga Kamis (15/8/2024) dan dihadiri oleh peneliti serta pakar dari negara-negara ASEAN. Penelitian tersebut dilakukan oleh Diantika Rindam Floranti, S.H., LL.M, Devita Kartika Putri, S.H., LL.M, Muhammad Ryandaru Danisworo S.H., LL.M, Rosa Pijar Cahya Devi, S.H., dan Ken Penggalih.
Penelitian tersebut dilatarbelakangi oleh perluasan delik perkosaan yang sebelumnya memiliki fokus pada unsur “kekerasan” di KUHP Lama (Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang KUHP) dan beralih ke fokus ke unsur consent atau persetujuan di KUHP Baru (Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP). Penelitian dilakukan dengan melakukan kajian normatif secara hukum, diikuti dengan penelitian empiris yang melibatkan 14 hakim di Indonesia yang pernah menangani kasus perkosaan. Penelitian dilakukan untuk mengkaji pemahaman hakim mengenai konksep kekerasan, consent, dan konstruksi delik pidana perkosaan. Penelitian menemukan bahwa terdapat keberagaman pemahaman tentang konsep-konsep tersebut di antara hakim-hakim responden yang dapat menyebabkan inkonsistensi implementasi delik pidana perkosaan. Hasil penelitian menunjukan urgensi disusunnya panduan bagi hakim untuk memahami unsur perkosaan yang mempertimbangkan consent dalam menentukan terjadinya delik pidana perkosaan. Selain untuk meningkatkan kepastian hukum, panduan yang mempertimbangkan consent dalam interpretasi delik pidana perkosaan dapat memitigasi bias yang dimiliki oleh hakim dan memberikan dasar untuk konstruksi delik pidana perkosaan yang lebih inklusif. Tujuannya agar hukum pidana dapat merespon tindakan yang melanggar integritas tubuh maupun seksualitas korban.
Penelitian yang dilakukan diharapkan dapat berkontribusi dalam pengembangan hukum pidana, khususnya dalam rangka memberikan keadilan terhadap korban. Tujuan tersebut sejalan dengan tujuan LGS untuk berkontribusi pada realisasi UN Sustainable Development Goals (SDG) 16 yaitu Perdamaian, Keadilan, dan Kelembagaan yang kuat serta SDG 5 tentang Kesetaraan Gender, menimbang perempuan yang kerap kali menjadi korban perkosaan.
Penulis: Arimbi Fajari Furqon (Law, Gender, and Society)