Kejaksaan Tinggi DIY bekerjasama dengan Fakultas Hukum UGM berhasil menyelenggarakan kegiatan penyuluhan hukum dalam rangkaian program Datun Suluh Praja yang pertama pada Selasa (26/7). Kegiatan penyuluhan hukum dilakukan secara luring di Balai Kalurahan Maguwoharjo dengan dihadiri oleh kurang lebih 35 perangkat Kalurahan Jatimulyo dan diisi oleh 2 narasumber dari Fakultas Hukum UGM, yaitu Rafael Edi Bosko, S.H., M.IL. dan Dr. Djoko Sukisno, S.H., CN.
Kegiatan penyuluhan hukum diawali dengan sambutan dari Wakil Dekan Bidang Penelitian, Pengabdian Kepada Masyarakat, dan Sistem Informasi, Dr. Heribertus Jaka Triyana, S.H., M.A., LL.M. Beliau menyampaikan bahwasanya kegiatan ini merupakan kegiatan pembuka dari rangkaian kegiatan binaan dan pengabdian masyarakat dari FH UGM. Kemudian dilanjutkan dengan sambutan dari Asisten bidang Perdata dan Tata Usaha Negara, Kristanti Yuni Purnawanti, S.H., M.H. dan Lurah Kalurahan Maguwoharjo, Kasidi.
Kegiatan dilanjutkan dengan dua sesi pemaparan materi. Sesi pertama disampaikan oleh Dr. Djoko Sukisno, S.H., CN. yang menyampaikan topik mengenai Aspek Aspek Hukum Penguasaan Tanah di DIY. Dalam topik ini poin yang perlu digarisbawahi, bahwasanya kepemilikan tanah di Provinsi D.I. Yogyakarta secara garis besar dibagi menjadi dua: Milik Perorangan dan milik Kasultanan atau Kadipaten Sultan Ground dan Pakualaman Ground). Tanah Kasultanan bisa dimanfaatkan oleh pihak ketiga, termasuk menjadi tanah desa. Desa sudah diberi hak Anggaduh oleh kasultanan dan kadipaten, dalam bentuk tanah desa, yaitu untuk tanah kas desa, palungguh, dan pangarem-arem. Penggunaan tanah desa diatur dalam Pergub No. 34 Tahun 2017. Kedepannya, Pergub tersebut akan diperbarui dengan Pergub yang baru yang mengatur beberapa perubahan signifikan, salah satunya mengenai tanah pengganti, di mana ketika 2 tahun tidak bisa mencari tanah pengganti, maka uang jangan disimpan di desa, tapi diserahkan kepada kasultanan sebagai pemegang hak milik, dan selanjutnya kasultanan yang akan mencari tanah pengganti tersebut. Lebih lanjut, Pergub yang baru juga memungkinkan bagi orang yang menguasai tanah palungguh dan atau pangarem-arem dapat dikerjasamakan dengan pihak ketiga dengan 3 mekanisme (bangun serah guna, sewa menyewa, kerja sama) dengan tetap memperhatikan peraturan desa. Rancangan Pergub ini membantu pemerintah desa agar tidak terbebani dengan urusan pergantian tanah desa.
Sesi dua disampaikan oleh Rafael Edi Bosko, S.H., M.IL dengan topik hukum pertanahan nasional. Poin-poin yang disampaikan antara lain mengenai pengertian tanah dalam UUPA. Bahwasanya tanah menurut UUPA adalah Permukaan Bumi. UUPA memberi tambahan keterangan, bahwasanya yg dimaksud permukaan bumi adalah termasuk ruang udara di atasnya dan bagian bawah permukaan bumi yg berkaitan langsung dengan penggunaan dari tanah tersebut. Lebih lanjut, tanah dianjurkan untuk didaftarkan ke kantor pertanahan. Manfaat pendaftaran tanah antara lain memberikan kepastian hukum bagi pemilik hak atas tanah, memberikan perlindungan hukum bagi pihak ketiga, dan menertibkan administrasi pertanahan.
Setelah pemaparan materi selesai, penyuluhan dilanjutkan dengan sesi tanya jawab. Seluruh perangkat Kalurahan Jatimulyo mengikuti sesi ini dengan antusias. Mereka banyak mengemukakan permasalah yang ada di kalurahan mereka. Baik dari pihak Kejaksaan Tinggi DIY maupun FH UGM berusaha membantu dengan berdiskusi mengenai masalah-masalah yang ada.
Para perangkat Kalurahan Maguwoharjo berharap, kegiatan ini tidak akan berhenti di sini dan dapat berlanjut hingga ke depannya.