Tindak pidana pencucian uang adalah upaya untuk menyembunyikan asal-usul harta kekayaan yang merupakan hasil kejahatan dengan melalui berbagai cara dan memasukannya ke dalam sistem keuangan agar harta kekayaan hasil kejahatan tersebut menjadi kelihatan legal. Oleh karena itu, agar hasil kejahatan dapat menghasilkan keuntungan di sistem keuangan yang legal dan juga menjaga reputasi atau status sosial seseorang atau suatu kelompok, para pelaku melakukan tindak pidana pencucian uang.
Transaksi per-hari di pasar modal atau capital market di berbagai negara termasuk di Indonesia mencapai triliunan rupiah. Sehubungan dengan itu, transaksi efek di pasar modal sangat komplek dan juga volume perdagangan saham di pasar modal sangat besar. Akan tetapi transaksi jual beli efek di pasar modal berlangsung sangat sederhana. Hal itu membuat pasar modal di Indonesia sangat rentan terhadap tindak pidana pencucian uang.
“Tindak pidana pencucian uang merupakan kejahatan yang sangat luar biasa, yang membahayakan sistem keuangan bahkan mengancam stabilitas negara”, ujar Dr.Augustinus Hutajulu, S.H., C.N.,M.H. saat ujian terbuka di ruang III.1.1 pada Jumat (5/8). Pendiri Firma Hukum Augustinus Hutajulu dan rekan (AHRLAW) ini mempertahankan disertsinya yang berjudul “Penanggulangan Tindak Pidana Pencucian Uang di Pasar Modal Indonesia”.
Dalam disertasinya, Augustinus Hutajulu menjelaskan bahwa penegakan hukum tindak pidana pencucian uang di pasar modal Indonesia berjalan tidak efektif. Hal itu tidak hanya disebabkan oleh aturan-aturan dalam undang-undang pasar modal yang ketinggalan dengan perkembangan zaman, namun juga timbulnya modus-modus baru tindak pidana pasar modal maupun modus tindak pidana pencucian uang .
Selain itu, perusahaan-perusahaan di pasar modal melibatkan para pakar ilmu hukum, maupun ilmu ekonomi. “Kecanggihan mereka (para pakar-red) adalah sangat luarbiasa dan dalam melakukan kejahatan sudah siap masuk penjara dan mengambil suatu sikap akan membuat cara yang baru supaya meloloskan”, imbuh Augustinus. Selain itu, faktor penegak hukum yang terlalu dibatasi oleh aturan dan adanya ego sektoral menambah ketidakefektifan penegakan hukum tindak pidana pencucian uang.
Lebih lanjut, dalam disertasinya Augustinus menjelaskan bahwa tidak dirampasnya hasil kekayaan merupakan kelemahan dari undang-undang tindak pidana pencucian uang. Selain itu, kemauan dan kemampuan lembaga koordinas pihak-pihak yang terlibat dalam pemberantasan tindak pidana pencucian uang di pasar modal Indonesia masih rendah. Augustinus menyarankan agar penanggulan tindak pidana pencucuian uang harus dikoordinasikan oleh presiden untuk mensinergikan seluruh pihak yang terlibat dalam penanggulangan tindak pidana pencucian uang di pasar modal Indonesia. (fardi)