Menggaungkan Keadilan Hak Waris, Mahasiswa FH UGM dan RRI Yogyakarta Gelar Siaran Penyuluhan Hukum Humanis “Tanah Warisan, Hak Siapa? Ketika Keluarga Jadi Lawan”

Siaran penyuluhan hukum bertajuk “Tanah Warisan, Hak Siapa? Ketika Keluarga Jadi Lawan” diselenggarakan secara live melalui Programa 2 RRI Yogyakarta pada Rabu (5/11/2025). Dalam siaran tersebut, tim penyuluhan hukum yang terdiri dari Eka Putri Endriana, S.H. (Alumni S-1 dan Mahasiswi S-2 Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum UGM) dan Farrel Pramudita (Mahasiswa S-1 Fakultas Hukum UGM) bekerja sama dengan LPP RRI Yogyakarta untuk mengupas persoalan sengketa tanah warisan yang kerap memecah hubungan kekeluargaan. Program ini menjadi ruang dialog humanis antara dunia akademik dan masyarakat luas terkait isu agraria yang dekat dengan kehidupan sehari-hari.

Tema tanah warisan dipilih karena menjadi salah satu sumber konflik keluarga yang paling sering terjadi di masyarakat. Tidak jarang, saudara kandung, orang tua, anak, hingga cucu berselisih paham mengenai siapa yang berhak menguasai dan menikmati hasil tanah peninggalan orang tua atau kakek-nenek. Kurangnya pemahaman terhadap aturan hukum, perbedaan persepsi keadilan, serta ketiadaan dokumen yang jelas sering kali membuat konflik meruncing dan berujung pada gugatan di pengadilan.

Dalam siaran, Eka Putri Endriana menjelaskan secara sederhana mengenai konsep warisan dan siapa saja yang pada prinsipnya berhak menjadi ahli waris menurut hukum yang berlaku di Indonesia. Ia juga memaparkan berbagai bentuk persoalan yang kerap muncul, seperti penjualan tanah warisan oleh salah satu anggota keluarga tanpa persetujuan ahli waris lain, penguasaan sertifikat secara sepihak, atau tindakan menghalangi ahli waris lain untuk memanfaatkan tanah. Pendengar diajak memahami bahwa persoalan tanah warisan bukan sekadar “siapa yang paling kuat”, tetapi siapa yang secara hukum dan moral memiliki hak yang harus dihormati.

Eka Putri Endriana menegaskan bahwa literasi hukum menjadi kunci penting untuk mencegah keluarga menjadi “lawan” di meja hijau. “Sering kali konflik muncul bukan karena niat jahat, tetapi karena ketidaktahuan dan miskomunikasi. Jika sejak awal keluarga memahami hak dan kewajiban masing-masing, pembagian tanah warisan bisa diatur lebih tertib dan adil,” ujarnya dalam siaran. Ia juga mengingatkan pentingnya komunikasi terbuka dalam keluarga sebelum dan sesudah pewaris meninggal dunia.

Farrel Pramudita kemudian menyoroti posisi pihak-pihak yang rentan dalam sengketa warisan, seperti perempuan, anak bungsu yang tinggal bersama orang tua, atau keluarga yang tidak memegang sertifikat namun telah lama mengelola tanah. Menurut Farrel, rasa sungkan, budaya “tidak enak hati”, dan relasi kuasa dalam keluarga kerap membuat sebagian ahli waris memilih diam meski haknya terabaikan. “Prinsip kekeluargaan seharusnya tidak dijadikan alasan untuk membungkam hak. Justru dengan duduk bersama dan transparan, hubungan keluarga bisa tetap terjaga sekaligus hak hukum terlindungi,” jelasnya.

Dari sisi manfaat kegiatan, siaran ini memberikan ruang bagi masyarakat untuk memperoleh informasi hukum secara gratis, mudah diakses, dan menggunakan bahasa yang komunikatif. Pendengar mendapatkan panduan praktis mengenai langkah awal yang dapat ditempuh ketika menghadapi masalah tanah warisan, seperti musyawarah keluarga, mediasi melalui perangkat desa, konsultasi dengan ahli hukum, hingga opsi penyelesaian di pengadilan.

Kegiatan ini juga memiliki relevansi kuat dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs). Pertama, siaran ini mendukung SDG 16: Perdamaian, Keadilan dan Kelembagaan yang Tangguh, khususnya melalui peningkatan akses informasi hukum dan dorongan penyelesaian sengketa secara damai dan berkeadilan dalam keluarga. Kedua, dengan mendorong pembagian warisan yang adil dan perlindungan terhadap pihak rentan, siaran ini berkontribusi pada SDG 10: Mengurangi Kesenjangan, karena akses terhadap hak atas tanah yang setara menjadi salah satu kunci pengurangan ketimpangan dalam keluarga dan masyarakat. Selain itu, pengelolaan tanah warisan yang tertib dan legal juga berkaitan dengan 

Melalui siaran “Tanah Warisan, Hak Siapa? Ketika Keluarga Jadi Lawan”, RRI Yogyakarta dan Fakultas Hukum UGM menunjukkan bahwa pendidikan hukum kepada masyarakat bukan hanya soal membahas pasal-pasal, tetapi juga upaya nyata membangun keluarga yang rukun, adil, dan sadar hak. Harapannya, semakin banyak warga yang memahami bahwa menjaga keharmonisan keluarga dan menegakkan hak hukum adalah dua tujuan yang dapat dicapai sekaligus melalui dialog, musyawarah, dan pemahaman hukum yang memadai.

Penulis: DEMA Justicia

TAGS :  

Berita Terbaru

Simposium Puskaha Djojodigoeno–HuMa Bahas Peran Negara dalam Konflik SDA dan Perlindungan Masyarakat Adat

Pusat Kajian Hukum Adat Djojodigoeno Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (FH UGM) bersama Perkumpulan HuMa sukses menyelenggarakan Simposium “Peran Negara dalam Produksi & Reproduksi Konflik …

Dosen Departemen Hukum Islam FH UGM Menjadi Narasumber Dalam Klinik Metodologi Penguatan Riset Hukum Bisnis Dan Ekonomi Syariah 

Selasa (25/11/2025), Dosen Departemen Hukum Islam Fakultas Hukum UGM, Dr. Khotibul Umam, S.H., LL.M., menjadi narasumber dalam kegiatan Klinik Metodologi dan Penguatan Riset Hukum Bisnis …

FH UGM Selenggarakan Pelatihan APAR untuk Bangun Budaya Siaga dan Tanggap Darurat

Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (FH UGM) menyelenggarakan Pelatihan Alat Pemadam Api Ringan (APAR) bertema “Membangun Budaya Siaga dan Tanggap Darurat” pada Jumat (21/11/2025). Kegiatan …

Scroll to Top