Ancaman terhadap Kebebasan Akademik dan Masa Depan Pendidikan Tinggi

Pusat Kajian Demokrasi, Konstitusi, dan Hak Asasi  Manusia Fakultas Hukum UGM (PANDEKHA) kembali menyelenggarakan diskusi  rutin bertajuk “#IndonesiaGelap: Nasib Pendidikan dan Dunia Akademisi” pada Jumat, (14/3/2025). Diskusi ini  menghadirkan sejumlah akademisi dan peneliti untuk membahas tantangan besar  yang dihadapi dunia pendidikan tinggi di Indonesia. Tiga pembicara utama dalam  diskusi ini adalah I Gusti Agung Made Wardana, Dhiya Al Uyun, dan Herlambang P.  Wiratraman. Diskusi ini diikuti oleh 91 peserta melalui Zoom dan relevan dengan poin  ke-4 dan ke-16 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) terkait pendidikan  berkualitas dan keadilan sosial. 

I Gusti Agung Made Wardana mengangkat isu dominasi kekuasaan dalam institusi  akademik. Menurutnya, kampus tidak lagi sekadar menjadi lembaga pendidikan. Namun, telah  menjadi arena pertarungan antara tiga kekuatan besar: pasar dengan agenda  neoliberalisme, negara dengan logika kontrol dan eksploitasi, serta masyarakat yang  memperjuangkan idealisme akademik. 

Wardana menyoroti bagaimana neoliberalisme telah mengubah wajah pendidikan  tinggi menjadi komoditas yang tunduk pada mekanisme pasar. Ia mencontohkan  program “Kampus Merdeka” sebagai bagian dari upaya mempersiapkan mahasiswa  untuk menjadi tenaga kerja yang tunduk pada sistem ekonomi kapitalis. Sementara  itu, negara turut andil dalam mengontrol kampus melalui kebijakan yang mengekang  kebebasan akademik serta pendisiplinan terhadap dosen dan mahasiswa yang  dianggap berseberangan dengan pemerintah. 

Dhiya Al Uyun menyoroti krisis kualitas, aksesibilitas, dan anggaran pendidikan. Ia  mengungkap fakta bahwa 76% dosen di Indonesia harus mencari pekerjaan  sampingan demi mencukupi kebutuhan hidup, menandakan rendahnya kesejahteraan  tenaga pendidik. Di sisi lain, beban administratif yang tinggi serta sistem pengelolaan  sumber daya manusia yang diskriminatif turut memperparah kondisi akademisi di  Indonesia. 

Menurut Dhiya, loyalitas dosen kerap dipaksakan dalam tiga aspek: terhadap negara,  institusi, dan pimpinan. Ia menyoroti bagaimana kampus-kampus swasta melakukan  pemecatan sepihak terhadap tenaga pengajar yang dianggap tidak sejalan dengan  kepentingan institusi, serta bagaimana penggajian yang berlapis-lapis memperumit  kesejahteraan akademisi. Ia menegaskan bahwa negara harus mengambil peran  dalam meningkatkan kesejahteraan dosen dengan kebijakan yang lebih berpihak. 

Herlambang P. Wiratraman membahas strategi perlawanan akademisi dalam  menghadapi ancaman terhadap kebebasan akademik. Ia menyoroti bagaimana  pemerintah, melalui berbagai kebijakan hukum, terus mempersempit ruang  kebebasan akademik. Salah satu contoh yang ia angkat adalah bagaimana KUHP yang mulai berlaku pada 2026 berpotensi membungkam ekspresi kritis di dunia  akademik. 

Selain itu, ia menyoroti strategi kooptasi yang dilakukan pemerintah terhadap kampus,  termasuk melalui pemberian konsesi tambang kepada universitas, yang pada  akhirnya dapat mengkooptasi independensi akademik. Hal ini, menurutnya,  merupakan upaya halus untuk menundukkan institusi akademik agar tidak lagi  menjadi ruang perlawanan terhadap kebijakan pemerintah yang otoriter. 

Sebagai langkah konkret, Herlambang mengajukan lima strategi untuk  memperjuangkan kebebasan akademik: memperkuat solidaritas akademik,  meningkatkan kesadaran kewargaan, menjaga demokrasi melalui advokasi hukum,  menumbuhkan keberanian untuk perlawanan sipil, serta mengembangkan strategi  efektif untuk melindungi kebebasan akademik dari berbagai intervensi politik dan  ekonomi. 

Diskusi ini menggambarkan bagaimana pendidikan tinggi di Indonesia berada dalam  ancaman serius akibat intervensi politik, tekanan ekonomi, serta lemahnya  perlindungan terhadap kebebasan akademik. Dengan meningkatnya represi terhadap  dunia akademik, diperlukan langkah-langkah konkret untuk mempertahankan  integritas dan independensi institusi pendidikan tinggi di Indonesia. 

Reporter: Poppy Hairunnisa (PANDEKHA)

TAGS :  

Berita Terbaru

PDIH FH UGM Rampungkan Visitasi Akreditasi Internasional FIBAA: Wujud Nyata Komitmen terhadap Pendidikan Berkualitas dan SDGs

Program Studi Doktor Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (PDIH FH UGM) telah menyelesaikan rangkaian proses visitasi dalam rangka akreditasi internasional. Visitasi ini dilakukan …

CALL FOR PAPER Konferensi Nasional Hukum Bisnis dan Kenegaraan 2025

CALL FOR PAPER Konferensi Nasional Hukum Bisnis dan Kenegaraan 2025Keluarga Mahasiswa Magister Hukum Bisnis dan Kenegaraan (KMMH) Fakultas HukumUniversitas Gadjah Mada bekerjasama dengan Mahkamah KonstitusiYogyakarta, 31 …

Eksaminasi Publik Putusan MA soal Suku Awyu: Sorotan atas Keadilan Substantif, Hak Adat, dan Krisis Ekologis Papua

Jumat (2/05/2025), Pusat Kajian Hukum dan Keadilan Sosial (LSJ) FH UGM, Greenpeace Indonesia, dan Pusaka Bentala Rakyat menggelar, “Eksaminasi Publik Putusan 458 K/TUN/LH/2024 atas Kasus …

Program Studi Doktor Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (PDIH FH UGM) telah menyelesaikan rangkaian proses visitasi dalam rangka akreditasi internasional. …

CALL FOR PAPER Konferensi Nasional Hukum Bisnis dan Kenegaraan 2025Keluarga Mahasiswa Magister Hukum Bisnis dan Kenegaraan (KMMH) Fakultas HukumUniversitas Gadjah Mada bekerjasama dengan …

Jumat (2/05/2025), Pusat Kajian Hukum dan Keadilan Sosial (LSJ) FH UGM, Greenpeace Indonesia, dan Pusaka Bentala Rakyat menggelar, “Eksaminasi Publik Putusan 458 …

Pusat Kajian Demokrasi, Konstitusi, dan HAM Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (PANDEKHA FH UGM) sukses menggelar diskusi publik bertajuk “Dari Ruang Publik …

Scroll to Top