Pusat Kajian Law, Gender, & Society (LGS) Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada bekerja sama dengan PKBH Fakultas Hukum UGM dan Lembaga Konsultasi Pemberdayaan dan Perlindungan Perempuan dan Anak Fatayat NU Depok (LKP3A Fatayat Depok) melakukan penyuluhan hukum terkait Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Berbasis Gender bagi pendamping, di Kapanewon Depok, Sleman, Minggu (29/9/2024). Penyuluhan tersebut dihadiri oleh 16 peserta dari LKP3A Fatayat Nahdlatul Ulama PC Sleman dan 4 orang perwakilan LGS yaitu: Sri Wiyanti Eddyono, S.H. LL.M (HR), Ph.D., Diantika Rindam Floranti, S.H., LL.M., M. Ryandaru Danisworo, S.H., LL.M., Arimbi Fajari Furqon, S.H., M.H. dan Firda Imah Suryani, S.H.
Penyuluhan ini menggali, memetakan, dan merespon kebutuhan peningkatan kapasitas pencegahan dan penanganan kekerasan berbasis gender yang terjadi disekitar anggota LKP3A Fatayat Depok. Penyuluhan ini dilakukan menimbang peran strategis LKP3A Fatayat Depok yang kerap kali memiliki pengetahuan terkait terjadinya kekerasan terhadap perempuan dan anak di lingkungan sekitar.
Penyuluhan tersebut bertujuan untuk: 1) memberikan penyuluhan mengenai kerangka hukum kekerasan berbasis gender; 2) melakukan diskusi mengenai upaya-upaya pencegahan kekerasan berbasis gender, khususnya melalui inisiatif LKP3A; 3) memfasilitasi penyusunan peta masalah dan strategi pencegahan dan penanganan kekerasan berbasis gender dengan anggota LKP3A di desa binaan; dan 4) membahas praktik-praktik pendampingan yang dapat dilakukan anggota LP3KA yang menemui kasus kekerasan seksual dan dilibatkan dalam penanganan kekerasan seksual.
Salah satu poin utama dalam penyuluhan adalah terdapat interseksionalitas dalam memandang kerentanan dan dampak kekerasan berbasis gender. Seorang perempuan yang mengalami kekerasan berbasis gender dapat memiliki pengalaman yang berbeda berdasarkan statusnya. Misalnya penyandang disabilitas dengan kelompok abilitas, perempuan dari latar belakang sosio-ekonomi menengah dan rendah, dan status lainnya.
Perwakilan dari LGS FH UGM, Sri Wiyanti Eddyono memberikan contoh praktik pemasungan bagi perempuan dengan disabilitas mental. Praktik pemasungan tersebut kerap kali ditemukan di daerah rural, bukan di daerah urban. Kemudian, perempuan dengan disabilitas mental juga dinilai lebih banyak dipasung dari pada laki-laki dengan disabilitas mental dengan alasan untuk melindungi perempuan dari kehamilan. Penyuluhan ini diharapkan dapat membangun sensitivitas peserta terhadap kekerasan berbasis gender yang bukan hanya fokus terhadap gender namun status lainnya yang juga dapat menimbulkan kerentanan.
Dalam penyuluhan tersebut juga terjadi diskusi dan refleksi dimana peserta membagikan pengalamannya terkait kekerasan berbasis gender. Dalam diskusi dan refleksi tersebut, peserta berencana untuk membuat strategi dan alur pencegahan dan penanganan kekerasan berbasis gender. Hal ini menunjukan terdapat peningkatan kapasitas dan juga kesadaran dalam pencegahan dan penanganan kekerasan berbasis gender.
Penyuluhan hukum ini merupakan bentuk komitmen LGS untuk merealisasi United Nations Sustainable Development Goals (SDG). Peningkatan kapasitas pemangku kepentingan dari penyuluhan ini mendorong penguatan institusi perdamaian sesuai dengan SDG 16 Perdamaian, Keadilan, dan Kelembagaan yang Tangguh. Selain itu, pemberantasan isu kekerasan berbasis gender melalui pencegahan dan penanganan yang tepat juga dapat mendorong partisipasi perempuan dalam kehidupan bermasyarakat, selaras dengan SDG 5 Kesetaraan Gender dan SDG 10 Berkurangnya Kesenjangan.
LGS FH UGM mengucapkan terimakasih kepada PKBH FH UGM dan LKP3A Fatayat Depok telah bersedia untuk berkolaborasi dalam penyuluhan ini. LGS FH UGM berkomitmen untuk melanjutkan upaya kolaboratif untuk mencegah dan menangani kekerasan seksual yang terjadi di masyarakat.
Penulis: Arimbi Fajari Furqon (LGS)
Penyunting: Humas