Perayaan hari raya kemerdekaan nasional (national independence day) bagi Bangsa Indonesia telah menembus umur 71 tahun. Bendera merah putih kian terbentang disetiap rumah-rumah. Tidak bisa tidak, kita sudah sepatutnya bangga dengan para pahlawan kita. Soekarno, Mohammad Hatta, Mohammad Yamin, M. Natsir dan para pahlawan kemerdekaan lainnya telah berjuang untuk memerdekakan Indonesia. Kemerdekaan yang diraih oleh para Founding Fathers tersebut semata-mata untuk kembali menguasai Negara Republik Indonesia untuk bangsanya sendiri. Tujuan nasional kala itu sudah berhasil mencetak sejarah bagi tanah air tercinta. Suatu kutipan menarik yang pernah terucap dari Presiden Republik Indonesia pertama, yakni Ir. Soekarno yang menyatakan: “Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, tapi perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri.” Maka menjadi pertanyaan bagi kita semua, apakah kita sudah merdeka dari peperangan melawan bangsa sendiri?
Sebuah wilayah daratan yang bersama-sama mengakui dirinya secara kolektif sebagai negara, sudah barang tentu menghadapi berbagai macam permasalahan. Permasalahan negara kita muncul dari berbagai sektor, mulai dari perpolitikan pemerintahan, gejolak hukum di masyarakat, kelesuan ekonomi nasional, pengikisan budaya, hingga konflik-konflik sosial. Hal-hal demikian merambahi hampir di seluruh daerah pada negeri ini. Situasi demikian telah gamblang menggambarkan polemik kebangsaan berdasarkan berbagai fakta dan peristiwa yang ada. Implikasi kerugian ini cukup besar bagi rakyat, tujuan nasional berupa perlindungan bangsa, kesejahteraan umum, cerdasnya kehidupan bangsa, bahkan ketertiban dunia kian belum menampakkan hakikatnya.
Fakta-fakta hingga peristiwa-peristiwa tersebut dapatlah dirangkum dari serangkaian berita nasional dan lokal yang mencuat ke masyarakat melalui berbagai media sepanjang tahun 2016 ini. Kasus-kasus kekerasan seksual terhadap anak dan wanita, isu negatif kesehatan nasional seperti pemalsuan obat dan vaksin, beserta suap dan korupsi di lingkungan pejabat pemerintahan kian menegaskan status tidak amannya pengawalan politik dan hukum kita. Berikutnya sektor pajak saat ini sudah menjadi concern pemerintah seiring menurunnya pemasukan kas negara. Program pengampunan pajak (tax amnesty) yang dicanangkan oleh pemerintah belum memenuhi target. Pada ranah konflik sosial masyarakat daerah seperti di Yogyakarta berjibaku mengatasi konflik kepentingan ekonomi terhadap kelompok-kelompok yang berdalihkan pembangunan.
Penulis berpendapat dari kacamata mahasiswa, bahwa kita belum merdeka seutuhnya. Saat ini Bangsa Indonesia perlu untuk melakukan banyak perubahan mendasar guna mengatasi masalah-masalah diatas. Suatu solusi aktif untuk mengatasi problematika a quo adalah dengan memaknai semangat kemerdekaan secara utuh. Semangat itu pun harus memancarkan suatu semangat perubahan optimis. Ada dua poin utama sebagai rekomendasi konkrit terhadap solusi tersebut. Pertama, penanaman sikap-sikap dan perilaku berlandaskan revolusi mental melalui jalur pendidikan dari mulai keluarga, lingkungan sekitar, sekolah, sampai lingkungan pekerjaan sebaiknya memiliki standar sikap dan perilaku yang bertanggung jawab dan saling menghormati. Kedua, memicu, mendukung, dan mendampingi setiap orang yang berelasi dengan prinsip gotong royong untuk peduli dan mau berkontribusi untuk memecahkan isu-isu yang tengah terjadi. Maju terus Indonesiaku! (Gabriel Cahya Anugrah) Tulisan ini dimuat Koran Sindo pada hari Rabu, tanggal 31 Agustus 2016 pada Kolom Poros Mahasiswa, halaman 7