Indonesia belum memiliki peraturan perundang-undangan yang secara khusus melindungi pelajar Indonesia di luar negeri. Saat ini, perlindungan pelajar Indonesia merujuk pada ketentuan perlindungan Warga Negara Indonesia (WNI) di luar negeri secara umum, baik pada saat damai maupun perang. Masih ada hak pelajar Indonesia di luar negeri yang belum dilindungi.
Menurut Mokhammad Ardafillah, Mahasiswa FH UGM, semua perwakilan negara di luar negeri sudah mendapat perlidungan secara hukum. “Katakanlah perwakilan diplomat, perwakilan konsuler, misi perdamaian, TKI itu semua selain merujuk pada perlindungan WNI, mereka sudah punya perlindungan secara khususnya. Kalau pelajar sama sekali belum ada”, tandas Arda.
Kondisi seperti itu membuat Mokhammad Ardafillah bersama Elisabeth Regitta W, Yanottama Patria, dan Siti Aan Kumaenah tertarik untuk mengkaji perlindungan pelajar Indonesia di luar negeri. Tahun ini, proposal penelitian mereka yang berjudul “Perlindungan Hukum Pelajar Indonesia di Luar Negeri yang Mengalami Konflik Bersenjata Internasional” lolos didanai Direktorat Pendidikan Tinggi (Dikti) dalam Progam Kreativitas Mahasiswa (PKM) bidang penelitian. Keempat mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (FH UGM) tersebut dalam melakukan penelitiannya dibimbing langsung oleh Dr. Harry Supriyono, S.H., M.Si.
Penelitian tersebut mengambil studi kasus pada mahasiswa Indonesia di Universitas Al Aghaff di Yaman baik yang sudah dipulangkan ke Indonesia maupun yang masih di Yaman. Arda dan kawan-kawan menggandeng Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) Hadramaut Yaman untuk mendapakan responden mahasiswa Indonesia di Universitas Al Aghaff. Selain itu, para mahasiswa tingkat akhir ini mewawancara beberapa narasumber, antara lain : Ketua Tim Evakuasi WNI di Yaman Direktorat Perlindungan Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, Staf Kedutaan Besar Yaman di Jakarta Indonesia, Atase Bidang Kebudayaan dan Pendidikan KBRI Kairo 2008-2013 serta Dosen Hukum Internasional Universitas Gadjah Mada.
Saat ditemui di FH UGM pada Sabtu (18/6), Arda menuturkan bahwa kendala yang dihadapai selama penelitian adalah masalah birokrasi. “Kesediaan responden Kedutaan Besar Yaman yang lama, lamanya respon mahasiswa Universitas Al Aghaff, lamanya pengurusan surat”, imbuh Arda.
Penelitian ini akan menghasilakan buku saku yang dapat dijadikan pegangan bagi pelajar Indonesia yang akan melanjutkan studi di luar negeri. Buku saku tersebut berisikan hak-hak warga negara di luar negeri, cara pelaporan apabila ada masalah di luar negeri, hingga memuat kontak yang dapat dihubungi. Buku saku tersebut akan diserahkan kepada kementerian luar negeri dan pihak penyelenggra beasiswa untuk didistibusikan kepada pelajar Indonesia yang melanjutkan studi di luar negeri. (Fardi)