Bagaimana Sebaiknya Arah Pengembangan Pembelajaran Hukum Administrasi di Indonesia?

Apakah perkembangan regulasi terkait Hukum Administrasi Negara (HAN) dan penguatan Peradilan Tata Usaha Negara (Peratun) lebih dari satu dekade terakhir bisa dilihat sebagai kemajuan, stagnasi, ataukah kemunduran? Apakah akademisi HAN berhasil memandu pemerintah dalam mengambil kebijakan yang benar? Apakah pembelajaran HAN telah membekali mahasiswa untuk waspada dan mampu mengambil sikap intelektual yang benar di tengah pasang surut negara hukum dan demokrasi?  

Concern atas aneka pertanyaan diatas adalah yang menjadi perhatian ketika Departemen Hukum Administrasi Negara dan dua Pusat Kajian (Puska) di Fakultas Hukum UGM: Law and Social Justice (LSJ) dan Pusat Kajian Demokrasi, Konstitusi dan HAM (Pandekha) menyelenggarakan Talkshow: “Bagaimana Sebaiknya Arah Pengembangan Pembelajaran Hukum Administrasi di Indonesia?” Kegiatan ini dilaksanakan pada hari Kamis (18/01/2024) secara hibrid di FH UGM, zoom, dan disiarkan oleh channel Youtube Kanal Pengetahuan Fakultas Hukum UGM. Diadakannya kegiatan ini, merupakah salah satu bentuk dukungan terhadap Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SGDs) poin ke 4 mengenai Pendidikan Berkualitas.

Tiga pemantik diskusi hadir secara luring di FH UGM, yakni Adriaan Bedner, Guru Besar Leiden School of Law; I Gusti Ayu Ketut Rachmi Handayani, Guru Besar HAN sekaligus Dekan FH UNS, dan Richo Andi Wibowo, Kadep HAN FH UGM. Adapun moderatur adalah Herlambang Perdana Wiratraman, Ketua Puska LSJ. Pembicara penanggap sekaligus peserta diskusi berasal dari beragam kalangan seperti para hakim Peratun baik daring maupun luring (Yogyakarta, Jakarta, Mataram, dlsb); Akademisi HAN dan Administrasi Publik dari UMY, Unand, Unpar, Unpad, UII, UNS, Unmul, Untan; juga para birokrat serta mahasiswa dari strata pendidikan yang berbeda dari beragam kampus.  

Dalam paparannya, Prof Ayu membahas pentingnya beradaptasi dengan kemajuan teknologi terbaru dalam pendidikan hukum karena ini adalah hal yang tidak dapat dielakkan. Dekan FH UNS ini juga menekankan perlunya pembelajaran berbasis perbandingan hukum yang perlu diintrodusir dengan memperkenalkan studi perbandingan hukum administrasi guna membantu mereformasi hukum nasional untuk meningkatkan kesejahteraan warga negara. 

Selain itu, Prof Ayu juga menggaris bawahi perlunya penguatan pembelajaran metode penafsiran hukum sehingga jika mahasiswa kelak lulus bisa menerapkan dan mengemban hukum dengan baik untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Guru besar ini juga menekankan pentingnya pembelajaran untuk pendayagunaan sanksi administrasi agar dapat berorientasi pemulihan. 

Sedangkan Richo menilai bahwa pembelajaran HAN Indonesia berada di “persimpangan jalan”. Ia membagikan keresahannya terhadap meluasnya kewenangan eksekutif yang berujung pada aneka indikasi penyelewengan yang dilakukan oleh pejabat/badan publik. Umpamanya adalah apakah situasi seperti kemunduran kualitas demokrasi, kesemrawutan birokrasi dalam menangani pandemi tempo hari atau serampangan dalam merencanakan pembangunan hingga berpotensi merugikan para pembayar pajak, atau indikasi aneka penyimpangan dan politisasi bantuan dari pemerintah untuk rakyat perlu diajarkan dengan optimal di dalam perkuliahan? tujuannya agar mahasiswa bisa lebih kritis dan lebih terpanggil dalam merespon fenomena sosial yang ada? Jika ya, maka tantangannya adalah waktu dan kesempatan pembelajaran yang amat terbatas?  

Ataukah karena saking banyaknya penyimpangan dan masalah yang ada di Indonesia justru dosen perlu bijak dalam menyampaikan, karena bisa jadi justru membuat mahasiswa ter-demotivasi untuk melakukan perubahan? respon yang lahir justru menjadi skeptis dan hopeless karena menilai masalah terlampau besar untuk bisa ditangani. 

Kadep HAN UGM ini juga menghimbau agar buku literatur utama HAN sedapatnya membadankan nuansa kritis dan reflektif berbasis realita. Hal ini untuk memastikan agar para pembaca khususnya mahasiswa bisa mendapatkan pembelajaran dari masa lalu dan masa kini, dan untuk menghindari bangsa ini “terjatuh di lubang yang sama”.

Adrian selaku pembicara pemantik memberikan pandangannya sebagai orang non Indonesia yang banyak melakukan riset lapangan dan riset hukum di Indonesia. 

Adriaan sepakat bahwa dosen perlu kritis terhadap situasi. Namun ia juga mengingatkan bahwa kritik tersebut juga perlu proporsional agar bisa tetap “merawat asa”. Hal hal yang baik, seperti putusan Peratun yang bagus, dan kemudian diindahkan oleh badan/pejabat administrasi perlu dikutip dan dijelaskan di kelas.  

Guru Besar Universitas Leiden ini juga mengingatkan bahwa pembelajaran juga jangan sampai melupakan hal hal dasar seperti esensi negara hukum atau asas asas umum pemerintahan yang baik. Namun mendiskusikan ini perlu dilengkapi dengan contoh contoh kasus riil yang aplikatif agar tidak membosankan di kelas.  

Ada 4 penanggap yang menyampaikan pandangan atas para pembicara pemantik: 2 hakim, 1 mahasiswa, dan 1 dosen. Hakim yang hadir misalnya menggaris bawahi kesulitan mereka dalam memutus perkara karena antara UU Peratun dengan UU Administrasi Pemerintahan kerap tidak sinkron. Hakim tersebut juga membagikan pandangan tentang persidangan cepat, persidangan berbasis elektronik, dan perkembangan terbaru mengenai sengketa pajak yang kini ditangani oleh Peratun. Hakim yang lain juga menyoroti tentang perlunya beleidsregel/peraturan kebijaksanaan seperti surat edaran untuk juga bisa di-review oleh Peradilan. Para hakim ini menegaskan bahwa pendapat yang disampaikan di forum ini adalah pendapat pribadi, dan tidak bisa dianggap sebagai pendapat institusi.  

Rekaman talkshow ini dapat dilihat di link ini.

Penulis: Richo Andi Wibowo dan Anak Agung Savita Padma

TAGS :  

Berita Terbaru

Dua Mahasiswa UGM Raih Beasiswa ke Leiden Belanda, Belajar Kembangkan Riset Sosio Legal

Dua mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada angkatan 2020, Alfatania Sekar Ismaya dan Raihan Khrisna Amalia, berhasil meraih beasiswa penuh untuk program Erasmus+ International Credit …

Diskusi Pentingnya Proses Demokrasi Dalam Internal Partai Politik, FH UGM Bersama Kemenkumham Gelar Studium Generale

Keberadaan partai politik (parpol) sebagai institusi dalam demokrasi berfungsi untuk menjembatani berbagai kepentingan antar warga negara maupun antara warga negara dengan lembaga-lembaga negara. Dalam hal …

Fakultas Hukum UGM Raih Kenaikan Peringkat dalam QS by Subjects 2024

Sebuah pencapaian bagi Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada dalam QS World University Rankings (WUR) by Subject. Di tahun 2024 ini, Fakultas Hukum UGM berhasil bergerak …

Dua mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada angkatan 2020, Alfatania Sekar Ismaya dan Raihan Khrisna Amalia, berhasil meraih beasiswa penuh untuk program …

Keberadaan partai politik (parpol) sebagai institusi dalam demokrasi berfungsi untuk menjembatani berbagai kepentingan antar warga negara maupun antara warga negara dengan lembaga-lembaga …

Sebuah pencapaian bagi Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada dalam QS World University Rankings (WUR) by Subject. Di tahun 2024 ini, Fakultas Hukum …

Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) menggelar penyuluhan hukum bertajuk Pemberdayaan Masyarakat Desa Melalui Pemahaman Hukum Transaksi Adat untuk Mendukung Tujuan Pembangunan …

Scroll to Top