Kekerasan seksual merupakan isu serius yang banyak terjadi di lingkungan sekolah. Menurut data Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak DIY, Yogyakarta tercatat sebagai salah satu daerah dengan tingkat kekerasan seksual yang tinggi pada anak-anak, dengan 414 kasus kekerasan seksual terhadap anak usia 11-17 tahun pada tahun 2023.
Karenanya, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM), melalui Pusat Konsultasi Bantuan Hukum (PKBH), menggelar kegiatan penyuluhan hukum di SMAN 1 Bantul pada Jumat (19/7/2024). Penyuluhan hukum ini diadakan sebagai upaya konkret untuk menekan angka kekerasan seksual di kalangan pelajar dengan memberikan pemahaman yang lebih baik tentang hak-hak hukum mereka serta mekanisme perlindungan yang ada.
Acara yang diadakan dalam rangka program hibah penyuluhan hukum mahasiswa ini mengangkat tema “Perlindungan Hukum terhadap Kasus Kekerasan Seksual di Lingkungan Sekolah”. Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan pemahaman dan meningkatkan kesadaran siswa-siswi kelas 10 tentang penanganan serta pencegahan kekerasan seksual di lingkungan pendidikan.
Penyuluhan hukum tersebut dilaksanakan di Ruang Pringgodani dengan Rizky Hidayat (2022) dan Jeremy Kevin (2022) sebagai pembicara serta Ruang Jodipatati dengan Reiyan Auliansyah (2022) dan I Nengah Gardhita (2022) sebagai pembicara. Adapun penyuluhan terbagi dalam 3 sesi, yaitu pemaparan materi terkait kekerasan seksual, tanya jawab, dan sesi games yang disertai dengan pemberian hadiah. Dalam sesi pemaparan materi, dilaksanakan secara aktif serta terdapat beberapa diskusi yang diberikan. Kemudian, di sesi tanya jawab, terdapat beberapa siswa yang aktif untuk bertanya. Serta di sesi games, pertanyaan yang diberikan berkaitan dengan topik kekerasan seksual, dimana siswa/i yang dapat menjawab pertanyaan dengan tepat dan aktif mendapatkan hadiah berupa merchandise Universitas Gadjah Mada.
Dalam penyuluhan ini, siswa-siswi diberikan materi mengenai kekerasan seksual, yang meliputi pengertian, bentuk-bentuk kekerasan seksual, serta regulasi yang mengatur tindak pidana kekerasan seksual di Indonesia, seperti UU No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) dan UU Perlindungan Anak. Penyuluhan ini juga mengedukasi peserta mengenai hak-hak anak yang menjadi korban, serta langkah-langkah preventif yang bisa diambil oleh siswa untuk melindungi diri mereka.
Kegiatan ini turut memberikan dampak langsung dalam upaya peningkatan kesadaran dan pengetahuan siswa tentang pentingnya menciptakan lingkungan sekolah yang aman. Ini termasuk pentingnya pelaporan jika terjadi kasus kekerasan seksual, serta mekanisme pendampingan dan perlindungan yang tersedia. Selain itu, dalam kegiatan ini, kami mengadakan survey kepada siswa dan siswi SMAN 1 Bantul untuk mengetahui kondisi terkait adanya kasus kekerasan seksual di sekolah tersebut. Dari survey tersebut, kami menemukan kasus kekerasan seksual yang kemudian kami tindak lanjuti untuk melaporkan ke pihak sekolah.
Kegiatan penyuluhan hukum ini memiliki relevansi yang kuat dengan tujuan Sustainable Development Goals (SDGs), terutama pada poin ke-16, yaitu “Peace, Justice, and Strong Institutions”. Melalui penyuluhan ini, diharapkan dapat tercipta institusi pendidikan yang aman dan berkeadilan, serta mendukung tercapainya perdamaian di lingkungan sekolah dengan menekan angka kekerasan berbasis gender dan kekerasan seksual.
Penyuluhan ini juga mendukung tujuan SDGs lainnya seperti poin ke-5, “Gender Equality”, dengan fokus pada penanganan kekerasan seksual yang mayoritas korbannya adalah perempuan. Dengan adanya edukasi terkait mekanisme hukum, siswa-siswi perempuan diharapkan lebih berdaya dan memiliki pengetahuan untuk melindungi diri dari kekerasan.
Program ini merupakan bagian dari kontribusi sivitas akademika UGM dalam menjalankan pengabdian masyarakat, khususnya dalam mendukung pembangunan berkelanjutan melalui penegakan hukum yang tangguh.
Penyuluhan hukum di SMAN 1 Bantul ini menjadi langkah penting dalam membangun kesadaran hukum di kalangan pelajar, serta menciptakan sekolah sebagai tempat yang aman dari segala bentuk kekerasan seksual. Kegiatan ini diharapkan menjadi contoh yang bisa diadopsi oleh sekolah-sekolah lain, demi terciptanya lingkungan pendidikan yang aman dan berkeadilan bagi semua.
Penulis: Rizki Hidayat (Mahasiswa penerima Hibah Penyuluhan Hukum Mahasiswa)
Penyunting: Humas